Rabu, 29 April 2009

BELUM DEWASA DALAM BERDEMOKRASI

Oleh : Petrus Darwin
Mahasiswa PGSD, Fakultas Ilmu Pendidikan,
Universitas Negeri Yogyakarta
Asal Ketapang, Kalimantan Barat..

Pelaksanaan pemilu legislatif pada tanggal 9 April 2009 yang baru kita laksanakan beberapa minggu yang lalu, selain menguras dana negara yang begitu besar, pelaksanaan pemilu legislatif kali ini juga menyebabkan jatuh korban, terutama yang dialami oleh para caleg, mulai dari depresi, setres sampai ada caleg yang nekad bunuh diri.
Tidak salah lagi apa yang telah diperkirakan banyak orang sebelumnya, bahwa pelaksanaan pemilu legislatif yang akan digelar pada tanggal 9 April 2009 itu akan menimbulkan banyak permasalahan, hal tersebut terbukti hingga hari ini banyak laporan yang masuk pada Bawaslu terkait pelanggaran atau permasalahan itu. namun permasalahan yang sangat memprihatinkan yang jarang atau boleh dikatakan belum pernah terjadi/di jumpai pada pelaksanaan pemilu sebelumnya adalah, adanya fenomena caleg setres dan bunuh diri gara-gara tidak terpilih menjadi anggota legislatif. Pertanyaan bagi kita mengapa para caleg nekad berbuat demikian? Menurut penulis ada beberapa faktor yang melatarbelakangi hal tersebut:
Pertama, pelaksanaan sistem demokrasi di negara kita relatif baru atau muda, yaitu baru dimulai sejak bergulirnya era repormasi, walaupun pada kenyataannya saat ini negara kita dikenal sebagai negara demokrasi terbesar ke-3 di dunia versi Amerika Serikat, namun secara mental bangsa kita belum dewasa dalam berdemokrasi, terutama para politisi kita. disinilah kita perlu belajar banyak dari Amerika Serikat yang merupakan negara demokrasi nomor satu di dunia, kita ambil contoh saja, belum lama ini di Amerika Serikat baru saja melaksanakan pemilu presiden, antara Barack Obama dari partai demokrat dan Jhon Machain dari partai republik, yang mana dalam pertarungan tersebut berhasil dimenangkan oleh Barack Obama mengalahkan rival beratnya Jhon Machain. Selama kampanye, tidak jarang di temui berbagai kritikan atau pernyataan keras yang dilontarkan oleh kedua belah pihak, kedua kubu saling beradu argumen di setiap forum, mereka saling menyalahkan dan tuding menuding untuk menjatuhkan lawan. Namun apa yang terjadi, setelah pemilihan dilangsungkan dan penghitungan suara selesai dan diketahui pemenangnya adalah barack obama, Jhon Machain langsung memberikan ucapan selamat kemenangan dan mendukung sepenuhnya kepada Barack Obama sebagai presiden terpilih Amerika Serikat, Jhon Machain menerima kekalahannya dengan lapang dada dan berjiwa besar. Sikap seperti inilah yang belum di miliki oleh politisi kita di negeri ini, para politisi/caleg kita hanya siap menang tetapi tidak siap kalah, sehingga ketika mereka tidak terpilih dalam pemilu legislatif seperti saat ini, mental mereka tidak siap menerima kenyataan, akibatnya mereka mengalami guncangan dan gangguan jiwa.
Kedua, berubahnya sistem pemilu, seperti kita ketahui bersama, bahwa sistem pemilu legislatif kali ini berbeda dengan sistem pemilu sebelumnya. Jika pada sistem pemilu sebelumnya kemenangan seorang caleg di tentukan oleh nomor urut, dalam arti, siapa yang memperoleh nomor urut paling atas besar kemungkinan akan terpilih sebagai anggota legislatif, walaupun pada kenyataannya seorang calag tersebut tidak memperoleh suara terbanyak. berbeda dengan pelaksanaan pemilu legislatif yang kita laksanakan baru-baru ini, pada pemilu kali ini, seperti yang telah diputuskan oleh mahkamah konstitusi (MK), bahwa kemenangan seorang caleg ditentukan oleh suara terbanyak. Dengan sistem seperti ini, seorang caleg dituntut untuk bekerja keras dengan segala daya, tenaga, pikiran dan dana agar dirinya bisa terpilih. terjadi persaingan yang cukup ketat antarcaleg, sehingga demi mewujudkan ambisinya para caleg rela berkorban habis-habisan dengan mengeluarkan banyak uang untuk meraih simpati dan suara dari para pemilih. Akibatnya ketika perjuangan mereka yang begitu besar itu hanya menghasilkan suara pemilih yang minim, para caleg merasa harga diri dan martabatnya tidak dihargai sebesar pengorbanan yang telah mereka keluarkan.
Ketiga, banyaknya orang yang mendaftar jadi caleg, yang merupakan konsekuensi dari banyaknya partai yang ikut dalam pemilu. Padahal jumlah kursi yang tersedia di lembaga legislatif tidak sebanding dengan jumlah orang yang mendaftar jadi caleg. Hal ini disebabkan karena adanya persepsi bahwa dengan menjadi anggota legislatif dapat memperbaiki nasib hidup atau meningkatkan taraf hidup seseorang, lembaga legislatif di jadikan tempat mencari nafkah. Sehingga untuk mewujudkan impian tersebut, pada saat kampanye selain mengeluarkan harta benda dan uang milik pribadi, para caleg juga nekad untuk meminjam uang pada keluarga atau pun orang lain. sehingga ketika mereka kalah dalam kompetisi, beban hidup mereka semakin bertambah berat, karena selain harta benda dan uang milik pribadi sudah habis, mereka juga mempunyai tanggungjawab untuk mengembalikan dana yang sudah dipinjam pada orang lain pada saat kampanye.
Semoga kejadian seperti ini dapat menjadi pelajaran berharga bagi kita, kedepannya diharapkan agar para parpol untuk lebih selektif dalam menentukan calegnya, yaitu dengan mempertimbangkan kesehatan fisik dan mental, agar perisriwa serupa tidak terulang lagi.



Tidak ada komentar: