Kamis, 18 Desember 2008

Pendekatan Konstruktivisme dalam pembelajaran Sains


Teori Konstruktivisme

didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik miknat pelajar.
Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan satu pendekatan yang didapati sesuai dipraktikkan dalam pengajaran dan pembelajaran sains. Dalam pendekatan ini murid dianggap telah mempunyai idea yang tersendiri tentang sesuatu konsep yang belum dipelajari. Idea tersebut mungkin benar atau tidak.
Konstruktivisme melibatkan lima fase, iaitu:
1. Guru meneroka pengetahuan sedia ada murid pada permulaan sesuatu pelajaran melalui soal jawab atau ujian.
2. Guru menguji idea atau pendirian murid melalui aktiviti yang mencabar idea atau pendiriannya.
3. Guru membimbing murid menstruktur semula idea.
4. Guru memberi peluang kepada murid mengaplikasikan idea baru yang telah diperoleh untuk menguji kebenarannya.
5. Guru membimbing murid membuat refleksi dan perbandingan idea lama dengan idea yang baru diperoleh.
Prinsip-prinsip Konstruktivisme
Konstruktivisme merupakan suatu pendekatan p&p yang berdasarkan premis bahawa kognisi (pembelajaran) diakibatkan oleh “pembinaan mental”. Dengan kata-kata lain, pelajar mempelajari dengan mencantumkan maklumat baru dengan pengetahuan sedia adanya. Ahli konstruktivis menegaskan bahawa pembelajaran dipengaruhi oleh konteks sesuatu idea diajar serta kepercayaan dan sikap pelajar.
Caine dan Caine (1991) menenaraikan 12 prinsip pembelajaran ala konstruktivisme:
1. Otak itu prosesor yang selari. Ia memproses banyak jenis maklumat termasuk fikiran, emosi dan pengetahuan budaya. Pengajaran yang efektif menggunakan pelbagai strategi pengajaran.
2. Pembelajaran melibatkan keseluruhan fisiologi. Guru tidak boleh menumpukan kepada intelek sahaja.
3. Usaha untuk mencari makna bersifat semula jadi. Pengajaran efektif menyedari bahasa pengertian bagi seseorang adalah personal dan unik, pemahaman seseorang pelajar bergantung kepada pengalaman uniknya.
4. Usaha untuk mencari makna berlaku melalui pencorakan. Pengajaran efektif menghubungkaitkan idea dan maklumat dengan konsep dan tema global.
5. Emosi adalah kritikal kepada pencorakan. Pembelajaran dipengaruhi oleh emosi, perasaan dan sikap.
6. Otak memproses bahagian kecil dan keseluruhannya secara serentak. Orang menghadapi masalah membelajari sesuatu jika bahagian kecil atau keseluruhan diabaikan.
7. Pembelajaran melibatkan perhatian berfokus dan persepsi keliling (peripheral). Pembelajaran dipengaruhi oleh persekitaran, kebudayaan dan iklim.
8. Pelajaran melibatkan proses sedar dan tak sedar. Pelajar memerlukan masa untuk memproses ‘apa’ dan ‘bagaimana’ isi pelajarannya.
9. Terdapat sekurang-kurangnya dua jenis ingatan: sistem ingatan ruang (spartial) dan sistem ingatan untuk pembelajaran hafalan. Pengajaran yang terlalu mengutamakan pembelajaran hafalan tidak memajukan pembelajaran ruang dan pembelajaran berasaskan pengalaman boleh menghalang pemahaman murid.
10. Pelajar memahami dan mengingati dengan baik jika fakta dan kemahiran diselitkan dalam ingatan natural dan ruang. Pembelajaran eksperimen adalah paling efektif.
11. Pembelajaran diperkuatkan oleh cabaran dan dibantutkan oleh ancaman. Iklim bilik darjah harus mencabar tetapi tidak mengugut pelajar.
12. Setiap otak adalah unik. Pengajaran mestilah dipelbagaikan agar murid-murid dapat menyatakan kecenderungan masing-masing.
Filsafat Kontruktivis dan Pembelajaran Kontekstual
Pada bagian ini akan diuraikan beberapa pendekatan baru dalam pembelajaran matematika yang relevan dengan paradigma baru pendidikan sebagaimana dijelaskan di atas. Pedekatan terebut adalah: konstruktivis dan pembelajaran kontekstual (contextual teaching and learning).
Konstruktivis
Menurut faham konstruktivis pengetahuan merupakan konstruksi (bentukan) dari orang yang mengenal sesuatu (skemata). Pengetahuan tidak bisa ditransfer dari guru kepada orang lain, karena setiap orang mempunyai skema sendiri tentang apa yang diketahuinya. Pembentukan pengetahuan merupakan proses kognitif di mana terjadi proses asimilasi dan akomodasi untuk mencapai suatu keseimbangan sehingga terbentuk suatu skema (jamak: skemata) yang baru. Seseorang yang belajar itu berarti membentuk pengertian atau pengetahuan secara aktif dan terus-menerus (Suparno, 1997).
Prinsip-prinsip kontruktivisme banyak digunakan dalam pembelajaran sains dan matematika. Prinsip-prinsip yang diambil adalah (1) pengetahuan dibangun oleh siswa sendiri, baik secara personal maupun sosial, (2) pengetahuan tidak dapat dipindahkan dari guru ke siswa, kecuali hanya dengan keaktifan siswa sendiri untuk menalar, (3) murid aktif mengkonstruksi terus-menerus, sehingga selalu terjadi perubahan konsep menuju konsep yang lebih rinci, lengkap, serta sesuai dengan konsep ilmiah, (4) guru sekadar membantu penyediakan sarana dan situasi agar proses konstruksi siswa berjalan mulus (Suparno, 1997).
Menurut filsafat konstruktivis berpikir yang baik adalah lebih penting daripada mempunyai jawaban yang benar atas suatu persoalan yang dipelajari. Seseorang yang mempunyai cara berpikir yang baik, dalam arti bahwa cara berpikirnya dapat digunakan untuk menghadapi fenomen baru, akan dapat menemukan pemecahan dalam menghadapi persoalan lain (Suparno, 1997).
Seringkali diungkapkan bahwa menurut paradigma baru pendidikan peran guru harus diubah, yaitu tidak sekedar menyampaikan materi pelajaran kepada para siswanya, tetapi harus mampu menjadi mediator dan fasilitator. Fungsi mediator dan fasilitator dapat dijabarkan dalam beberapa tugas sebagai berikut.
1. Menyediakan pengalaman belajar yang memeungkinkan siswa bertanggung jawab dalam membuat rancangan, proses, dan penelitian. Karena itu memberi ceramah bukanlah tugas utama seorang guru.
2. Menyediakan atau memberikan kegiatan-kegiatan yang merangsang keingintahuan siswa dan membantu mereka untuk mengekspresikan gagasan-gagasannya dan mengkomunikasikan ide ilmiah mereka (Watt & Pope, 1989). Menyediakan sarana yang merangsang siswa berpikir secara produktif. Menyediakan kesempatan dan pengalaman yang paling mendukung proses belajar siswa. Guru harus menyemangati siswa. Guru perlu menyediakan pengalaman konflik (Tobin, Tippins, & Gallard, 1994).
3. Memonitor, mengevaluasi, dan menunjukkan apakah pemikiran si siswa jalan atau tidak. Guru menunjukkan dan mempertanyakan apakah pengetahuan siswa itu berlaku untuk menghadapi persoalan baru yang berkaitan. Guru membantu mengevaluasi hipotesis dan kesimpulan siswa. (Suparno, 1997).
Agar peran dan tugas tersebut berjalan dengan optimal, diperlukan beberapa kegiatan yang perlu dikerjakan dan juga beberapa pemikiran yang perlu disadari oleh pengajar.
1. Guru perlu banyak berinteraksi dengan siswa untuk lebih mengerti apa yang sudah mereka ketahui dan pikirkan.
2. Tujuan dan apa yang akan dibuat di kelas sebaiknya dibicarakan bersama sehingga siswa sungguh terlibat.
3. Guru perlu mengerti pengalaman belajar mana yang lebih sesuai dengan kebutuhan siswa. Ini dapat dilakukan dengan berpartisipasi sebagai pelajar juga di tengah pelajar.
4. Diperlukan keterlibatan dengan siswa yang sedang berjuang dan kepercayaan terhadap siswa bahwa mereka dapat belajar.
5. Guru perlu mempunyai pemikiran yang fleksibel untuk dapat mengerti dan menghargai pemikiran siswa, karena kadang siswa berpikir berdasarkan pengandaian yang tidak diterima guru. (Suparno, 1997).
Pembelajaran Kontekstual
Pembelajaran kontekstual berangkat dari suatu kenyakinan bahwa seseorang tertarik untuk belajar apabila ia melihat makna dari apa yang dipelajarinya. Orang akan melihat makna dari apa dipelajarinya apabila ia dapat menghubungkan informasi yang diterima dengan pengetahuan dan pengelamannya terdahulu. Sistem pembelajaran kontekstual didasarkan pada anggapan bahwa makna memancar dari hubungan antara isi dan konteksnya. Konteks memberi makna pada isi. Lebih luas konteks, dalam mana siswa dapat membuat hubungan-hubungan, lebih banyak makna isi ditangkap oleh siswa. Bagian terbesar tugas guru, dengan demikian, adalah menyediakan konteks. Apabila siswa dapat semakin banyak menghubungkan pelajaran sekolah dengan konteks ini, maka lebih banyak makna yang akan mereka peroleh dari pelajaran-pelajaran tersebut. Menemukan makna dalam pengetahuan dan ketrampilan membawa pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan tersebut (Johnson, 2002).
Ketika siswa menemukan makna dari pelajaran di sekolah, mereka akan memahami dan mengingat apa yang telah mereka pelajari. Pembelajaran konteksual memungkina siswa mampu menghubungkan pelajaran di sekolah dengan konteks nyata dalam kehidupan sehari-hari sehingga mengetahui makna apa yang dipelajari. Pembelajaran kontekstual memperluas konteks pribadi mereka, sehingga dengan menyediakan pengalaman-pengalaman baru bagi para siswa akan memacu otak mereka untuk membuat hubungan-hubungan yang baru, dan sebagai konsekuensinya, para siswa dapat menemukan makna yang baru (Johnson, 2002).
Pembelajaran kontekstual merupakan sistem yang holistik (menyeluruh). Ia terdiri dari bagian-bagian yang saling berkaitan, yang apabila dipadukan akan menghasilkan efek yang melebihi apa yang dapat dihasilkan oleh suatu bagian secara sendiri (tunggal). Persis seperti biola, celo, klarinet dan alat musik yang lain dalam suatu orkestra yang mempunyai suara yang berbeda, tetapi secara bersama-sama alat-alat musik tersebut menghasilkan musik. Jadi, bagian-bagian yang terpisah dari CTL melibatkan proses yang berbeda, apabila digunakan secara bersama-sama, memungkinkan siswa membuat hubungan untuk menemukan makna. Setiap elemen yang berbeda dalam sistem CTL memberikan kontribusi untuk membantu siswa memahami makna pelajaran atau tugas-tuga sekolah. Digabungkan, elemen-elemen tersebut membentuk suatu siswa yang memungkinkan siswa melihat makna dari pelajaran sekolah, dan menyimpannya (Johnson, 2002).
Dari uraian di atas, CTL didefinisikan sebagai suatu proses pendidikan yang bertujuan membantu siswa melihat makna dari pelajaran sekolah yang sedang mereka pelajari dengan menghubungkan pelajaran tersebut dengan konteksnya dalam kehidupan sehari-hari, baik secara pribadi, sosial, maupun budaya. Untuk mencapai tujuan itu, sistem tersebut meliputi delapan komponen: (1) membuat hubungan yang bermakna, (2) melakukan pekerjaan yang berarti, (3) pengaturan belajar sendiri, (4) kolaborasi, (5) berpikir kritis dan kreatif, (6) mendewasakan individu, (7) mencapai standar yang tinggi, dan (8) menggunakan penilaian autentik. (Johnson, 2002).
MODUL 8MODEL-MODEL PEMBELAJARAN IPA
Kegiatan Belajar 1Konstruktivisme dalam Pembelajaran IPA
Tugas guru dalam mengajar terutama adalah membantu transfer belajar. Tujuan melakukan transfer belajar adalah menerapkan hal-hal yang sudah dipelajari ada situasi baru. Caranya dengan menjadikannya lebih bersifat umum. Terdapat perbedaan mendasar antara pendapat penganut teori belajar perilaku dengan penganut teori belajar kognitif. Perbedaan tersebut terutama dalam hal perubahannya. Menurut teori belajar perilaku belajar melibatkan perubahan perilaku, sedangkan menurut teori belajar kognitif belajar melibatkan perubahan pemahaman. Pandangan konstruktivis lebih menekankan belajar sebagai upaya membangun konsep atau argumen yang harus dilakukan sendiri oleh siswa yang belajar (dengan bantuan guru atau orang dewasa). Konsepsi awal siswa mendapat perhatian dalam pembelajaran berdasarkan pandangan konstruktivis. Tugas guru adalah menciptakan situasi konflik setelah siswa mengemukakan gagasannya, dan memberi kesempatan kepada siswa untuk melakukan eksperimen atau observasi (atau membaca) melalui interaksi sosial, mengemukakan konsepsi barunya dan menerapkannya pada situasi baru. Agar belajar IPA menjadi bermakna, maka perlu ada konteks ekologi konsepsi yang sesuai, seperti rasa tidak puas pada anak dengan gagasan yang dimilikinya; gagasan baru yang dapat dimengerti (inteligible); konsepsi baru yang masuk akal (plausible); dan konsepsi baru yang bermanfaat (fruitful).

B.Teori Konstruktivis dalam Pembelajaran IPA
Konstruktivis adalah salah satu filsafat pengetahuan yang menekankan
bahwa pengetahuan kita adalah konstruksi kita sendiri (Von Glaserfelt dalam
Suparno, 1997). Pandangan konstruktivis dalam pembelajaran mengatakan, bahwa
anak-anak diberi kesempatan agar menggunakan strateginya sendiri dalam belajar
secara sadar, sedangkan guru yang membimbing siswa ke tingkat pengetahuan
yang lebih tinggi (Slavin, 1994; Abruscato, 1999).
Ide pokoknya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan mereka
sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan dari dunia luar
dan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran merupakan kerja mental
aktif, bukan menerima pengajaran dari guru secara pasif. Dalam kerja mental
siswa, guru memegang peranan penting dengan cara memberikan dukungan,
tantangan berfikir, melayani sebagai pelatih atau model, namun siswa tetap
merupakan kunci pembelajaran (Von Glaserfelt dalam Suparno, 1997; Abruscato,
1999).
Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi pendidikan
adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan pengetahuan kepada
siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka sendiri untuk belajar. Guru
dapat memberikan kepada siswa atau peserta didik anak tangga yang membawa
siswa akan pemahaman yang lebih tinggi, dengan catatan siswa sendiri harus
memanjat anak tangga tersebut (Slavin, 1994).
Pada bagian ini akan dikemukakan dua teori yang melandasi pendekatan
konstruktivis dalam pembelajaran IPA yaitu Teori Perkembangan Kognitif
Piaget, dan Teori Perkembangan Mental Vygotsky.

Kamis, 11 Desember 2008

PENDIDIKAN SEBAYA


Oleh: Damaskus Beny
PANDUAN PENDIDIK SEBAYA
DEFINISI PENDIDIK SEBAYA DAN PERSYARATAN

Siapakah Pendidik Sebaya itu? Pendidik Sebaya adalah orang yang menjadi narasumber bagi kelompok sebayanya. Mereka adalah orang yang aktif dalam kegiatan sosial di lingkungannya, misalnya aktif di karang taruna, pramuka, OSIS, pengajian, PKK, dan-lain-lain.
Mengapa Pendidik Sebaya diperlukan?
Karena Pendidik Sebaya menggunakan bahasa yang kurang lebih sama sehingga informasi mudah dipahami oleh sebayanya.
Teman sebaya mudah untuk mengemukakan pikiran dan perasaannya di hadapan pendidik sebayanya.
Pesan-pesan sensitif dapat disampaikan secara lebih terbuka dan santai.
Apakah syarat-syarat menjadi Pendidik Sebaya?
Aktif dalam kegiatan sosial dan populer di lingkungannya;
Berminat pribadi menyebarluaskan informasi KR;
Lancar membaca dan menulis;
Memiliki ciri-ciri kepribadian, antara lain: ramah, lancar dalam mengemukakan pendapat, luwes dalam pergaulan, berinisiatif dan kreatif, tidak mudah tersinggung, terbuka untuk hal-hal baru, mau belajar serta senang menolong;
Pengetahuan apa saja yang perlu dimiliki Pendidik Sebaya? Yang perlu dimiliki terutama adalah :
Pengetahuan Kesehatan Reproduksi, mencakup: organ reproduksi dan fungsinya, proses terjadinya kehamilan, Penyakit Menular Seksual (PMS) termasuk HIV/AIDS, metode kontrasepsi dan lain-lain;
Pengetahuan mengenai hukum, agama dan peraturan perundang-undangan mengenai Kesehatan Reproduksi.
Keterampilan apa saja yang perlu dimiliki Pendidik Sebaya? Pendidik Sebaya harus memiliki keterampilan komunikasi interpersonal, yaitu hubungan timbal balik yang bercirikan:
Komunikasi dua arah;
Perhatian pada aspek verbal dan non-verbal.
Penggunaan pertanyaan untuk menggali informasi, perasaan dan pikiran;
Sikap mendengar yang efektif.
KETERANGAN Komunikasi dua arah Berbeda dengan komunikasi satu arah dimana hanya satu pihak yang berbicara, dalam tempo singkat namun hasilnya kurang memuaskan; komunikasi dua arah memungkinkan kedua belah pihak sama-sama berkesempatan untuk mengajukan pertanyaan, pendapat dan perasaan. Waktu yang digunakan memang lebih lama, namun hasil yang dicapai memuaskan kedua belah pihak. Komunikasi Verbal dan Non-Verbal Komunikasi verbal adalah bentuk komunikasi dengan menggunakan kata-kata. Pendidik Sebaya hendaknya: Menggunakan kata-kata yang sederhana dan mudah dipahami kelompok.
Menghindari istilah yang sulit dimengerti.
Menghindari kata-kata yang bisa menyinggung perasaan orang lain.
Komunikasi non-verbal adalah komunikasi yang tampil dalam bentuk nada suara, ekspresi wajah-wajah dan gerakan anggota tubuh tertentu. Dalam menyampaikan informasi, Pendidik Sebaya perlu mempertahankan kontak mata dengan lawan bicara, menggunakan nada suara yang ramah dan bersahabat. Cara Bertanya Ada dua macam cara bertanya, yaitu pertanyaan tertutup dan pertanyaan terbuka. Pertanyaan Tertutup:
Adalah pertanyaan yang memerlukan jawaban yang singkat. Bisa dijawab dengan "Ya " dan "Tidak ."
Biasanya digunakan di awal pembicaraan untuk menggali informasi dasar.
Tidak memberi kesempatan peserta untuk menjelaskan perasaan/pendapatnya. Contoh:
"Berapa usiamu?"
"Apakah kamu pernah mengikuti kegiatan semacam ini?"
Pertanyaan Terbuka:
Mampu mendorong orang untuk mengekspresikan perasaan dan pikiran.
Bisa memancing jawaban yang panjang.
Memungkinkan lawan bicara untuk mengungkapkan diri apa adanya. Contoh :
"Apa yang kau ketahui tentang PMS?"
"Bagaimana rasanya waktu mengalami haid pertama?"
Mendengar efektif Dalam melaksanakan pendidikan sebaya, mendengar efektif dapat dilakukan dengan cara:
Menunjukkan minat mendengar
Memandang lawan bicara
Tidak memotong pembicaraan
Menunjukkan perhatian dengan cara bertanya
Mendorong peserta untuk terus bicara baik dengan komentar kecil (misal: mm..., ya...), atau ekspresi wajah tertentu (misalnya menganggukan kepala).
PERSIAPAN KEGIATAN PENDIDIKAN SEBAYA
Dimanakah pendidikan sebaya dapat dilakukan? Dimana saja asalkan nyaman buat Pendidik Sebaya dan kelompoknya. Kegiatan tidak harus dilakukan di ruangan khusus. Bisa dilakukan di teras mesjid, di bawah pohon yang rindang, di ruang kelas yang sedang tidak dipakai, di aula gereja, dan sebagainya. Tempat pendidikan sebaya sebaiknya tidak ada orang lalu-lalang dan jauh dari kebisingan sehingga diskusi bisa berlangsung tanpa gangguan.
Persiapan apa yang harus dilakukan oleh Pendidik Sebaya sebelum pertemuan?
Membaca kembali topik yang akan disajikan, baik dari buku panduan yang telah dimiliki maupun bacaan lainnya;
Menyiapkan alat bantu sesuai topik yang akan dibicarakan, misalnya alat peraga, contoh-contoh kasus, kliping koran, dan lain-lain

PENYELENGGARAAN PENDIDIKAN SEBAYA
Berapakah jumlah ideal peserta kegiatan pendidikan sebaya? Yang ideal, pendidikan sebaya diikuti oleh tidak lebih dari 12 peserta agar setiap peserta mempunyai kesempatan bertanya. Bila peserta terlalu banyak, tanya jawab menjadi kurang efektif, dan peserta tidak akan mendapatkan pemahaman serta pengetahuan yang cukup memadai.
Bagaimana menyelenggarakan pendidikan sebaya?
Pendidik Sebaya (PS) mencari teman seusia yang berminat terhadap kesehatan reproduksi. Hindari cara-cara pemaksaan. Para peserta harus bersedia mengikuti seluruh pertemuan yang telah disepakati.
Untuk dapat memahami keseluruhan materi kesehatan reproduksi, paket pertemuan sekurangnya 8 kali. Setiap kali pertemuan berlangsung antara 2 - 2½ jam.
Tempat dan waktu pertemuan ditentukan bersama oleh peserta.
Pendidikan diberikan oleh dua orang Pendidik Sebaya. Satu pendidik menyampaikan dan memandu diskusi. Satu pendidik lainnya melakukan pencatatan terhadap pertanyaan yang diajukan peserta, observasi tentang proses diskusi, serta membantu menjawab pertanyaan yang tidak bisa dijawab oleh Pendidik Sebaya pertama. Peran Pendidik Sebaya dilakukan bergantian dengan tujuan agar setiap pendidik mempunyai kesempatan untuk menyampaikan informasi dan memandu diskusi. Selain itu mereka juga bisa saling memberikan umpan balik selama menjadi pemandu.
Pendidik Sebaya memulai acara dengan menyampaikan materi selama tidak lebih dari setengah jam, waktu selebihnya digunakan untuk diskusi dan menampung pertanyaan.
Bila ada pertanyaan yang tidak bisa dijawab, jawaban bisa ditunda untuk ditanyakan kepada mereka yang lebih ahli, bisa dokter/paramedis, tokoh masyarakat atau tokoh agama, dan lain-lain.
Topik-topik apa yang perlu dibahas?
Pengenalan organ reproduksi laki-laki dan perempuan dan fungsinya masing-masing;
Proses terjadinya kehamilan, termasuk kehamilan yang tidak diinginkan dan bahaya aborsi yang tidak aman;
Metode-metode pencegahan kehamilan (metode kontrasepsi);
Penyakit-penyakit menular seksual, termasuk HIV/AIDS;
Gender dan seksualitas; dan
Narkoba.

KIAT-KIAT MENJADI PENDIDIK SEBAYA YANG BERHASIL
Bagaimana kiat-kiat menjadi Pendidik Sebaya yang berhasil
Mau terus belajar dan memperluas wawasan.
Rajin mencari informasi tambahan.
Menyisipkan humor dalam pemberian materi.
Kreatif mencari alat bantu untuk menghidupkan suasana pembelajaran.
Apakah yang harus dan tidak boleh dilakukan oleh Pendidik Sebaya dalam pendidikan sebaya? Pendidik Sebaya harus melakukan hal-hal berikut:
Membuat persiapan sebelum kegiatan pembelajaran;
Menguasai materi;
Melibatkan semua peserta dalam kegiatan pembelajaran;
Menggunakan alat bantu;
Berbicara dengan jelas dan lantang;
Memancing pertanyaan dari peserta pertemuan;
Mengatur waktu dengan cermat;
Duduk dalam lingkaran agar bisa memandang satu sama lain;
Menjaga kontak mata dalam bicara;
Memperhatikan bahasa tubuh peserta;
Periksa apakah informasi sudah dimengerti peserta;
Bersikap sabar tapi percaya diri.
Pendidik Sebaya jangan melakukan hal-hal berikut:
Membelakangi peserta;
Meremehkan komentar dan pendapat peserta;
Membaca materi. Materi sebaiknya sudah dihapai dan dipahami;
Berbicara dengan nada keras kepada peserta.
Menggurui.
Hanya melihat pada satu atau dua peserta saja, sebaiknya memandang kepada keseluruhan secara bergantian;
Menghakimi.

MENYAMPAIKAN INFORMASI KR PADA REMAJA DALAM KELOMPOK BESAR (PESERTA LEBIH DARI 50 ORANG)
Pendidik Sebaya yang telah terlatih untuk memberikan atau menyampaikan informasi KR dalam kelompok yang kecil dapat meningkatkan kemampuannya pada kelompok yang lebih besar. Disebut kelompok besar bila jumlah peserta lebih dari 50 orang. Kegiatan ini sering disebut dengan penyuluhan. Contoh kegiatan ini adalah:
Ceramah di sekolah;
Ceramah pada peringatan hari-hari khusus, misalnya acara Tujuh Belas Agustus, Hari Kartini, Hari Pendidikan Nasional, dan sebagainya;
Penyuluhan kader di desa;
Penyuluhan pada organisasi kemasyarakatan, misalnya: pramuka, karang taruna, pengajian, remaja gereja, dan sebagainya.
Dalam menghadapi kelompok besar, apa saja yang harus diperhatikan oleh Pendidik Sebaya? Sebelum penyuluhan, seorang Pendidik Sebaya harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
Kesiapan Pribadi
Membaca materi yang akan disampaikan;
Cari informasi mengenai peserta penyuluhan;
Bahasa dan alat bantu yang akan digunakan perlu disesuaikan dengan keadaan peserta penyuluhan;
Rencanakan skenario alokasi waktu dan melatih diri untuk kegiatan ceramah.
Pengaturan Tempat
Meskipun jumlah peserta banyak, jika ruangan memungkinkan atur kursi/tempat duduk yang memudahkan interaksi antara pendidik dan peserta.
Hindari bentuk susunan tempat duduk berderet kebelakang seperti di kelas/sekolah. Idealnya kursi tersusun membentuk huruf "U ".
Alat Bantu
Pastikan ketersediaan fasilitas alat bantu, misalnya: OHP, in-focus, pengeras suara (microphone), listrik, dan sebagainya. Perhatikan apakah alat-alat tersebut dapat berfungsi dengan baik.
Pastikan bahwa alat bantu (termasuk gambar) yang digunakan dapat dilihat oleh semua peserta dengan mudah.
Jika menggunakan lembar transparan, perhatikan jumlah baris kalimat dalam setiap tampilan tidak lebih dari 7 baris ke bawah.
Jika menggunakan tulisan tangan, gunakan huruf besar yang jelas agar mudah terbaca.
Tiba di tempat lebih awal dari waktu penyuluhan (+ 15-30 menit) untuk memeriksa fasilitas alat bantu.
Pada saat penyuluhan, seorang Pendidik Sebaya harus memperhatikan sebagai berikut:
Perkenalkan diri sebelum memulai penyuluhan.
Secara singkat, jelaskan tujuan dari topik yang akan disampaikan.
Sampaikan informasi secara menarik, berbicara singkat dan mudah dimengerti. Sisipkan humor-humor segar.
Pastikan suara dapat didengar dengan jelas oleh seluruh peserta. Hindari nada suara yang datar. Jangan bicara terlalu cepat.
Kemukakan hal-hal yang penting terlebih dahulu.
Tekankan hal-hal yang perlu diingat.
Hindari istilah tehnis medis atau istilah asing, misalnya: discharge, ovum, dan lain-lain.
Pada awal penyampaian dan setiap pergantian topik, jangan lupa gali pengetahuan peserta dengan cara memberikan 1 - 2 pertanyaan terkait. Hal ini dimaksudkan untuk menghindari terjadinya komunikasi satu arah. Contoh: Topik penyuluhan: Penyakit Menular Seksual (PMS) Pertanyaan:
"Apakah yang anda ketahui tentang PMS?"
"Sebutkan jenis-jenis PMS?"
"Bagaimana cara menghindari penularan PMS?"
Usahakan tidak menetap pada satu posisi atau tempat, berdiri di belakang mimbar atau duduk di belakang meja.
Jangan memandang pada satu arah atau beberapa peserta saja. Bagi perhatian secara merata.
Perhatikan bahasa tubuh peserta. Jika peserta terlihat tidak mengerti atau tidak tertarik (terlihat mengantuk atau berbicara dengan peserta lain), pancing dengan pertanyaan yang dapat mengungkapkan pengetahuan, pemahaman dan perasaan peserta.
Beri kesempatan peserta untuk bertanya. Sekali-kali, lempar pertanyaan peserta untuk dijawab oleh peserta lain. Beri pujian kepada peserta yang dapat menjawab pertanyaan dengan benar.
Alokasi waktu untuk setiap penyuluhan/ceramah, tidak lebih dari dua jam dengan pembagian waktu penyampaian materi dan diskusi 50% : 50%.
Kira-kira 10 menit terakhir, buat rangkuman dari seluruh pembicaraan dan hasil diskusi.
Akan lebih baik jika Pendidik Sebaya menyiapkan ringkasan informasi yang dipresentasikan untuk dibagikan pada peserta di akhir ceramah.
Akhiri kegiatan dengan mengucapkan salam perpisahan dan terima kasih.

Lampiran
Contoh Penyampaian Materi Kesehatan Reproduksi Remaja Bagi Pendidik Sebaya Pendidik Sebaya diharapkan kreatif dalam menyampaikan materi kesehatan reproduksi remaja. Hal tersebut dimaksudkan untuk menghindari kebosanan dalam penyampaian. Penyampaian materi bisa dilakukan dengan cara curah pendapat, diskusi kelas/kelompok, bermain peran/drama, demonstrasi, ceramah singkat, dll. Berikut ini adalah salah satu contoh cara penyampaian.
Alat Reproduksi Manusia dan Fungsinya (120 Menit)
Katakan kepada peserta bahwa sekarang kita akan membahas mengenai alat-alat reproduksi manusia.
Bagikan gambar peta buta alat reproduksi perempuan dan laki-laki, minta peserta untuk menuliskan nama-nama dari alat reproduksi yang telah ditentukan. Minta beberapa peserta untuk mengemukakan jawaban mereka
Tayangkan lembar transparan bergambar alat reproduksi perempuan dan laki-laki yang telah dilengkapi dengan nama masing-masing bagian alat reproduksi tersebut. Bahas bersama peserta nama lain yang biasa digunakan di daerah masing-masing.
Terangkan fungsi masing-masing alat, misalnya "indung telur adalah tempat sel telur diproduksi." Beri kesempatan peserta untuk mengemukakan pengetahuan mereka dan mengajukan pertanyaan.
Rangkum berbagai hal penting mengenai alat reproduksi dan fungsinya.
Remaja dan Perkembangannya (60 menit)
Ajak peserta untuk mengingat kembali masa ketika mereka memasuki masa akil baligh. Tanyakan kepada mereka tanda-tanda dan perubahan apa yang mereka rasakan, baik fisik maupun perasaan mereka. Bahas bersama mengenai perkembangan emosi dan seksual yang terjadi pada masa tersebut. Bahas pula mengenai isu-isu yang terkait, misalnya mengenai mimpi basah dan masturbasi pada remaja laki-laki, serta menstruasi pada remaja perempuan. Tanyakan pengalaman dan penghayatan peserta ketika mengalami perubahan dan berbagai tanda tadi. Tekankan kepada peserta bahwa semua hal tersebut wajar terjadi pada seorang remaja.
Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan mendiskusikan pengalaman-pengalamannya.
Sek, Seksualitas dan Jender (120 menit)
Lakukan permainan mengenai kelahiran bayi. Minta seorang peserta perempuan berperan sebagai ibu yang baru melahirkan. Minta peserta tersebut duduk sambil menggendong bayinya (boneka), disebelahnya peserta lain diminta berperan sebagai suaminya. Beberapa peserta diminta menjadi tamu dan menanyakan berbagai hal sehubungan dengan kelahiran bayi. Misalnya, "bayimu laki-laki atau perempuan?" "jika besar nanti, kamu ingin anakmu menjadi apa?" "Kamu sendiri sebenarnya menginginkan bayi laki-laki atau perempuan?" dsb. Para tamu diminta pula untuk mengomentari jawaban pasangan suami istri tersebut.
Tanyakan kepada peserta apa yang bisa kita pelajari dari permainan tadi. Kemudian pelatih menjelaskan beda antara "seks" dan "jender." Gunakan lembar transparan bertuliskan definisi kedua kata tersebut. Jelaskan pula mengenai konsep seksualitas. Tambahkan penjelasan mengenai konsep lain yang terkait, seperti: kesehatan seksual, hak-hak reproduksi, dll. Berikan contoh-contoh kongkrit sebanyak mungkin. Kaitkan dengan perkembangan seksual remaja dan ketimpangan jender yang ada. Jangan lupa memberikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya. Pertanyaan peserta mungkin meluas hingga ke aspek perilaku seksual suatu daerah tertentu, misalnya "Sifon" di Nusa Tenggara Timur (mengenai tradisi melakukan hubungan seksual setelah seorang laki-laki di khitan) atau budaya penggunaan "tongkat Madura" (semacam batang kayu yang dimasukkan ke dalam vagina untuk menyerap cairan vagina).
Hubungan Seksual, Kehamilan dan Pencegahannya serta Aborsi (180 menit)
Katakan pada peserta bahwa topik bahasan selanjutnya adalah hubungan seksual, kehamilan dan pencegahannya, serta aborsi.
Lakukan curah pendapat tentang apa yang dimaksud dengan hubungan seksual. Lengkapi jawaban dengan penjelasan bahwa hubungan seksual dalam bahasan ini merujuk kepada ekspresi/tindakan seksual yang berpeluang besar untuk terjadinya kehamilan. Misalnya dengan mendekatkan, menggesekkan, memasukkan sebagian atau seluruh penis ke dalam vagina memungkinkan masuknya sperma ke dalam vagina.
Ajak peserta untuk membahas tentang kehamilan. Bagi peserta menjadi beberapa kelompok kecil @ 4-5 orang. Minta kelompok untuk membahas proses terjadinya suatu kehamilan. Beri peserta waktu 15 menit untuk mendiskusikan dan menyiapkan hasil diskusi kelompoknya untuk dipresentasikan.
Lengkapi presentasi kelompok dengan menayangkan lembar balik transparan tentang proses kehamilan.
Selanjutnya, katakan kepada peserta bahwa kita akan beralih pada pembahasan mengenai pencegahan kehamilan. Lakukan curah pendapat mengenai berbagai metode/cara untuk mencegah kehamilan. Ajak peserta untuk aktif menyumbangkan pendapat mengenai hal ini. Pelatih perlu menjelaskan bahwa cara pencegahan kehamilan terbagi dalam cara alami (misalnya, metode kalendar/pantang berkala, senggama terputus, pemeriksaan lendir pada vagina) dan cara modern (kondom, AKDR/IDU/Spiral, pil, suntik, susuk, PKPK/pil kontrasepsi pencegah kehamilan, sterilisasi). Gunakan buku Pedoman Kesehatan Reproduksi sebagai rujukan. Lakukan tanya jawab.
Katakan kepada peserta bahwa sekarang akan dibahas mengenai kehamilan yang tidak diinginkan. Lontarkan pertanyaan: "Kondisi dan alasan apa saja yang membuat suatu kehamilan tidak diinginkan?" Lakukan pembahasan dengan merujuk buku Pedoman Kesehatan Reproduksi mengenai kehamilan yang tidak diinginkan. Minta peserta untuk memberikan contoh-contoh yang ada di lingkungan sekitar tempat tinggal.
Sampaikan bahwa aborsi merupakan topik terakhir dalam pembicaraan ini. Lakukan permainan pendahuluan "jaring laba-laba." Minta enam peserta untuk menjadi relawan. Satu peserta diminta berperan sebagai remaja putri (RP) yang mengalami kehamilan yang tidak diinginkan, karenanya ingin mengugurkan kandungannya. Lima peserta lainnya berdiri mengelilinginya. Peserta lain diminta menjadi observer. Pelatih menceritakan dengan singkat riwayat RP tersebut. Katakan bahwa RP adalah murid SMU kelas 2 yang dihamili dan ditinggal pergi oleh pacar. Pelatih menanyakan pertanyaan sebagai berikut: "Mengapa RP memutuskan untuk menghentikan kehamilannya?" Minta peserta untuk memberikan kemungkinan jawaban. Untuk setiap jawaban yang dampaknya memberatkan RP, minta para peserta yang mengelilingi untuk menjeratkan tali secara bergiliran pada tubuh RP. Semakin banyak jawaban yang memberatkan RP semakin banyak jeratan pada tubuhnya. Kemudian pancing pendapat peserta bagaimana mencegah terjadinya kejadian kehamilan yang tidak diinginkan. Setiap jawaban yang memberikan pemecahan persoalan, membuka jeratan yang melingkar di tubuh RP. Setelah permainan selesai, ajak peserta untuk merenungkan dan memberikan pendapat mengenai makna dari permainan tadi.
Terangkan bahwa ada dua jenis aborsi, yaitu aborsi spontan dan aborsi yang disengaja.
Lengkapi pembahasan dengan menerangkan mengenai aborsi aman dan aborsi tidak aman. Terangkan mengenai macam-macam aborsi tidak aman, seperti pijatan, minum jamu atau obat-obatan, loncat-loncat, dll. Jelaskan bahwa aborsi aman tidak sama dengan infanticida (pembunuhan bayi). Berikan kesempatan pada peserta untuk mengemukakan pendapatnya.
Penyakit Menular Seksual (PMS) (180 Menit)
Katakan kepada peserta bahwa kita akan beralih kepada topik PMS. Bagi peserta ke dalam kelompok kecil @ 4 orang. Minta setiap kelompok untuk membahas macam-macam PMS yang mereka ketahui dan cara pengobatan yang biasa dilakukan di daerah masing-masing. Setelah 10 menit, minta salah seorang wakil setiap kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusi mereka.
Lengkapi jawaban hasil diskusi kelompok dengan menjelaskan dan menayangkan lembar transparan berisi mengenai macam-macam PMS, gejala, masa inkubasi, efeknya, cara pengobatan dan perkiraan besar biaya pengobatan. Gunakan pula rujukan dari buku Pedoman Kesehatan Reproduksi. Berikan kesempatan kepada peserta untuk bertanya dan mengemukakan pendapatnya.
Kekerasan terhadap Perempuan (60 menit)
Katakan pada peserta bahwa topik bahasan selanjutnya adalah kekerasan terhadap perempuan.
Lontarkan pertanyaan "Mengapa kekerasan terhadap perempuan dan bukan kekerasan terhadap laki-laki yang dijadikan topik bahasan?" Lengkapi jawaban peserta dengan menjelaskan bahwa korban kekerasan umumnya adalah kelompok yang dianggap paling lemah dalam masyarakat, dalam hal ini adalah perempuan dan anak-anak.
Lakukan curah pendapat mengenai beberapa macam kekerasan yang biasa terjadi pada perempuan. Minta beberapa peserta untuk menyebutkan beberapa contoh kekerasan yang biasa terjadi di daerah masing-masing. Diskusikan bersama.

PAKEM ITU APA .......!???


oleh : Depdiknas


A. Apa itu PAKEM?
PAKEM adalah singkatan dari Pembelajaran Aktif, Kreatif, Efektif, dan Menyenangkan.
Aktif dimaksudkan bahwa dalam proses pembelajaran guru harus menciptakan suasana sedemikian rupa sehingga siswa aktif bertanya, mempertanyakan, dan mengemukakan gagasan. Belajar memang merupakan suatu proses aktif dari si pembelajar dalam membangun pengetahuannya, bukan proses pasif yang hanya menerima kucuran ceramah guru tentang pengetahuan. Sehingga, jika pembelajaran tidak memberikan kesempatan kepada siswa untuk berperan aktif, maka pembelajaran tersebut bertentangan dengan hakikat belajar. Peran aktif dari siswa sangat penting dalam rangka pembentukan generasi yang kreatif, yang mampu menghasilkan sesuatu untuk kepentingan dirinya dan orang lain. Kreatif juga dimaksudkan agar guru menciptakan kegiatan belajar yang beragam sehingga memenuhi berbagai tingkat kemampuan siswa. Menyenangkan adalah suasana belajar-mengajar yang menyenangkan sehingga siswa memusatkan perhatiannya secara penuh pada belajar sehingga waktu curah perhatiannya tinggi. Menurut hasil penelitian, tingginya waktu curah terbukti meningkatkan hasil belajar. Keadaan aktif dan menyenangkan tidaklah cukup jika proses pembelajaran tidak efektif, yaitu tidak menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah proses pembelajaran berlangsung, sebab pembelajaran memiliki sejumlah tujuan pembelajaran yang harus dicapai. Jika pembelajaran hanya aktif dan menyenangkan tetapi tidak efektif, maka pembelajaran tersebut tak ubahnya seperti bermain biasa.
Secara garis besar, gambaran PAKEM adalah sebagai berikut:
Siswa terlibat dalam berbagai kegiatan yang mengembangkan pemahaman dan kemampuan mereka dengan penekanan pada belajar melalui berbuat.
Guru menggunakan berbagai alat bantu dan cara membangkitkan semangat, termasuk menggunakan lingkungan sebagai sumber belajar untuk menjadikan pembelajaran menarik, menyenangkan, dan cocok bagi siswa.
Guru mengatur kelas dengan memajang buku-buku dan bahan belajar yang lebih menarik dan menyediakan ‘pojok baca’
Guru menerapkan cara mengajar yang lebih kooperatif dan interaktif, termasuk cara belajar kelompok.
Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri dalam pemecahan suatu masalah, untuk mengungkapkan gagasannya, dan melibatkam siswa dalam menciptakan lingkungan sekolahnya.
B. Apa yang harus diperhatikan dalam melaksanakan PAKEM?
Memahami sifat yang dimiliki anak
Pada dasarnya anak memiliki sifat: rasa ingin tahu dan berimajinasi. Anak desa, anak kota, anak orang kaya, anak orang miskin, anak Indonesia, atau anak bukan Indonesia – selama mereka normal – terlahir memiliki kedua sifat itu. Kedua sifat tersebut merupakan modal dasar bagi berkembangnya sikap/berpikir kritis dan kreatif. Kegiatan pembelajaran merupakan salah satu lahan yang harus kita olah sehingga subur bagi berkembangnya kedua sifat, anugerah Tuhan, tersebut. Suasana pembelajaran dimana guru memuji anak karena hasil karyanya, guru mengajukan pertanyaan yang menantang, dan guru yang mendorong anak untuk melakukan percobaan, misalnya, merupakan pembelajaran yang subur seperti yang dimaksud.
Mengenal anak secara perorangan
Para siswa berasal dari lingkungan keluarga yang bervariasi dan memiliki kemampuan yang berbeda. Dalam PAKEM (Pembelajaran Aktif, Menyenangkan, dan Efektif) perbedaan individual perlu diperhatikan dan harus tercermin dalam kegiatan pembelajaran. Semua anak dalam kelas tidak selalu mengerjakan kegiatan yang sama, melainkan berbeda sesuai dengan kecepatan belajarnya. Anak-anak yang memiliki kemampuan lebih dapat dimanfaatkan untuk membantu temannya yang lemah (tutor sebaya). Dengan mengenal kemampuan anak, kita dapat membantunya bila mendapat kesulitan sehingga belajar anak tersebut menjadi optimal.
Memanfaatkan perilaku anak dalam pengorganisasian belajar
Sebagai makhluk sosial, anak sejak kecil secara alami bermain berpasangan atau berkelompok dalam bermain. Perilaku ini dapat dimanfaatkan dalam pengorganisasian belajar. Dalam melakukan tugas atau membahas sesuatu, anak dapat bekerja berpasangan atau dalam kelompok. Berdasarkan pengalaman, anak akan menyelesaikan tugas dengan baik bila mereka duduk berkelompok. Duduk seperti ini memudahkan mereka untuk berinteraksi dan bertukar pikiran. Namun demikian, anak perlu juga menyelesaikan tugas secara perorangan agar bakat individunya berkembang.
Mengembangkan kemampuan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan memecahkan masalah
Pada dasarnya hidup ini adalah memecahkan masalah. Hal ini memerlukan kemampuan berpikir kritis dan kreatif. Kritis untuk menganalisis masalah; dan kreatif untuk melahirkan alternatif pemecahan masalah. Kedua jenis berpikir tersebut, kritis dan kreatif, berasal dari rasa ingin tahu dan imajinasi yang keduanya ada pada diri anak sejak lahir. Oleh karena itu, tugas guru adalah mengembangkannya, antara lain dengan sering-sering memberikan tugas atau mengajukan pertanyaan yang terbuka. Pertanyaan yang dimulai dengan kata-kata “Apa yang terjadi jika …” lebih baik daripada yang dimulai dengan kata-kata “Apa, berapa, kapan”, yang umumnya tertutup (jawaban betul hanya satu).
Mengembangkan ruang kelas sebagai lingkungan belajar yang menarik
Ruang kelas yang menarik merupakan hal yang sangat disarankan dalam PAKEM. Hasil pekerjaan siswa sebaiknya dipajangkan untuk memenuhi ruang kelas seperti itu. Selain itu, hasil pekerjaan yang dipajangkan diharapkan memotivasi siswa untuk bekerja lebih baik dan menimbulkan inspirasi bagi siswa lain. Yang dipajangkan dapat berupa hasil kerja perorangan, berpasangan, atau kelompok. Pajangan dapat berupa gambar, peta, diagram, model, benda asli, puisi, karangan, dan sebagainya. Ruang kelas yang penuh dengan pajangan hasil pekerjaan siswa, dan ditata dengan baik, dapat membantu guru dalam PEMBELAJARAN karena dapat dijadikan rujukan ketika membahas suatu masalah.
Memanfaatkan lingkungan sebagai sumber belajar
Lingkungan (fisik, sosial, atau budaya) merupakan sumber yang sangat kaya untuk bahan belajar anak. Lingkungan dapat berperan sebagai media belajar, tetapi juga sebagai objek kajian (sumber belajar). Penggunaan lingkungan sebagai sumber belajar sering membuat anak merasa senang dalam belajar. Belajar dengan menggunakan lingkungan tidak selalu harus keluar kelas. Bahan dari lingkungan dapat dibawa ke ruang kelas untuk menghemat biaya dan waktu. Pemanfaatan lingkungan dapat men-gembangkan sejumlah keterampilan seperti mengamati (dengan seluruh indera), mencatat, merumuskan pertanyaan, berhipotesis, mengklasifikasi, membuat tulisan, dan membuat gambar/diagram.
Memberikan umpan balik yang baik untuk meningkatkan kegiatan belajar
Mutu hasil belajar akan meningkat bila terjadi interaksi dalam belajar. Pemberian umpan balik dari guru kepada siswa merupakan salah satu bentuk interaksi antara guru dan siswa. Umpan balik hendaknya lebih mengungkap kekuatan daripada kelemahan siswa. Selain itu, cara memberikan umpan balik pun harus secara santun. Hal ini dimaksudkan agar siswa lebih percaya diri dalam menghadapi tugas-tugas belajar selanjutnya. Guru harus konsisten memeriksa hasil pekerjaan siswa dan memberikan komentar dan catatan. Catatan guru berkaitan dengan pekerjaan siswa lebih bermakna bagi pengembangan diri siswa daripada hanya sekedar angka.
Membedakan antara aktif fisik dan aktif mental
Banyak guru yang sudah merasa puas bila menyaksikan para siswa kelihatan sibuk bekerja dan bergerak. Apalagi jika bangku dan meja diatur berkelompok serta siswa duduk saling berhadapan. Keadaan tersebut bukanlah ciri yang sebenarnya dari PAKEM. Aktif mental lebih diinginkan daripada aktif fisik. Sering bertanya, mempertanyakan gagasan orang lain, dan mengungkapkan gagasan merupakan tanda-tanda aktif mental. Syarat berkembangnya aktif mental adalah tumbuhnya perasaan tidak takut: takut ditertawakan, takut disepelekan, atau takut dimarahi jika salah. Oleh karena itu, guru hendaknya menghilangkan penyebab rasa takut tersebut, baik yang datang dari guru itu sendiri maupun dari temannya. Berkembangnya rasa takut sangat bertentangan dengan ‘PAKEMenyenangkan.’
C. Bagaimana Pelaksanaan PAKEM?
Gambaran PAKEM diperlihatkan dengan berbagai kegiatan yang terjadi selama PEMBELAJARAN. Pada saat yang sama, gambaran tersebut menunjukkan kemampuan yang perlu dikuasai guru untuk menciptakan keadaan tersebut. Berikut tabel beberapa contoh kegiatan pembelajaran dan kemampuan guru.
Kemampuan Guru
Pembelajaran
Guru menggunakan alat bantu dan sumber belajar yang beragam.
Sesuai mata pelajaran, guru menggunakan, misal:
Alat yang tersedia atau yang dibuat sendiri
Gambar
Studi kasus
Nara sumber
Lingkungan

Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan.
Siswa:
Melakukan percobaan, pengamatan, atau wawancara
Mengumpulkan data/jawaban dan mengolahnya sendiri
Menarik kesimpulan
Memecahkan masalah, mencari rumus sendiri
Menulis laporan/hasil karya lain dengan kata-kata sendiri
Guru memberi kesempatan kepada siswa untuk mengungkapkan gagasannya sendiri secara lisan atau tulisan.
Melalui:
Diskusi
Lebih banyak pertanyaan terbuka
Hasil karya yang merupakan pemikiran anak sendiri
Guru menyesuaikan bahan dan kegiatan belajar dengan kemampuan siswa.
Siswa dikelompokkan sesuai dengan kemampuan (untuk kegiatan tertentu)
Bahan pelajaran disesuaikan dengan kemampuan kelompok tersebut.
Tugas perbaikan atau pengayaan diberikan
Guru mengaitkan PEMBELAJARAN dengan pengalaman siswa sehari-hari.
Siswa menceritakan atau memanfaatkan pengalamannya sendiri.
Siswa menerapkan hal yang dipelajari dalam kegiatan sehari-hari
Menilai PEMBELAJARAN dan kemajuan belajar siswa secara terus menerus.
Guru memantau kerja siswa
Guru memberikan umpan balik

Selasa, 09 Desember 2008

KTSP ANTARA KUALITAS DAN REALITA PENDIDIKAN INDONESIA


Oleh: Damaskus Beny

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Tujuan tertentu ini meliputi tujuan pendidikan nasional serta kesesuaian dengan kekhasan, kondisi dan potensi daerah, satuan pendidikan dan peserta didik. Oleh sebab itu kurikulum disusun oleh satuan pendidikan untuk memungkinkan penyesuaian program pendidikan dengan kebutuhan dan potensi yang ada di daerah. Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) yang beragam mengacu pada standar nasional pendidikan untuk menjamin pencapaian tujuan pendidikan nasional.Standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan dan penilaian pendidikan. Dua dari kedelapan standar nasional pendidikan tersebut, yaitu Standar Isi (SI) dan Standar Kompetensi Lulusan (SKL) merupakan acuan utama bagi satuan pendidikan dalam mengembangkan kurikulum. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 (UU 20/2003) tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 tahun 2005 (PP 19/2005) tentang Standar Nasional Pendidikan mengamanatkan kurikulum pada KTSP jenjang pendidikan dasar dan menengah disusun oleh satuan pendidikan dengan mengacu kepada SI dan SKL serta berpedoman pada panduan yang disusun oleh Badan Standar Nasional Pendidikan (BSNP). Selain dari itu, penyusunan KTSP juga harus mengikuti ketentuan lain yang menyangkut kurikulum dalam UU 20/2003 dan PP 19/2005. Panduan yang disusun BSNP terdiri atas dua bagian. Pertama, Panduan Umum yang memuat ketentuan umum pengembangan kurikulum yang dapat diterapkan pada satuan pendidikan dengan mengacu pada Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang terdapat dalam SI dan SKL.Termasuk dalam ketentuan umum adalah penjabaran amanat dalam UU 20/2003 dan ketentuan PP 19/2005 serta prinsip dan langkah yang harus diacu dalam pengembangan KTSP. Kedua, model KTSP sebagai salah satu contoh hasil akhir pengembangan KTSP dengan mengacu pada SI dan SKL dengan berpedoman pada Panduan Umum yang dikembangkan BSNP. Sebagai model KTSP, tentu tidak dapat mengakomodasi kebutuhan seluruh daerah di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan hendaknya digunakan sebagai referensi.
Panduan pengembangan kurikulum disusun antara lain agar dapat memberi kesempatan peserta didik untuk :belajar untuk beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa,belajar untuk memahami dan menghayati,belajar untuk mampu melaksanakan dan berbuat secara efektif,belajar untuk hidup bersama dan berguna untuk orang lain, danbelajar untuk membangun dan menemukan jati diri melalui proses belajar yang aktif, kreatif, efektif dan menyenangkan.A. LandasanUndang-Undang Republik Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.Ketentuan dalam UU 20/2003 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (19); Pasal 18 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 32 ayat (1), (2), (3); Pasal 35 ayat (2); Pasal 36 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 37 ayat (1), (2), (3); Pasal 38 ayat (1), (2).Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.Ketentuan di dalam PP 19/2005 yang mengatur KTSP, adalah Pasal 1 ayat (5), (13), (14), (15); Pasal 5 ayat (1), (2); Pasal 6 ayat (6); Pasal 7 ayat (1), (2), (3), (4), (5), (6), (7), (8); Pasal 8 ayat (1), (2), (3); Pasal 10 ayat (1), (2), (3); Pasal 11 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 13 ayat (1), (2), (3), (4); Pasal 14 ayat (1), (2), (3); Pasal 16 ayat (1), (2), (3), (4), (5); Pasal 17 ayat (1), (2); Pasal 18 ayat (1), (2), (3); Pasal 20.Standar IsiSI mencakup lingkup materi dan tingkat kompetensi untuk mencapai kompetensi lulusan pada jenjang dan jenis pendidikan tertentu. Termasuk dalam SI adalah : kerangka dasar dan struktur kurikulum, Standar Kompetensi (SK) dan Kompetensi Dasar (KD) setiap mata pelajaran pada setiap semester dari setiap jenis dan jenjang pendidikan dasar dan menengah. SI ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 22 Tahun 2006.Standar Kompetensi LulusanSKL merupakan kualifikasi kemampuan lulusan yang mencakup sikap, pengetahuan dan keterampilan sebagaimana yang ditetapkan dengan Kepmendiknas No. 23 Tahun 2006.B. Tujuan Panduan Penyusunan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
Tujuan Panduan Penyusunan KTSP ini untuk menjadi acuan bagi satuan pendidikan SD/MI/SDLB, SMP/MTs/SMPLB, SMA/MA/SMALB, dan SMK/MAK dalam penyusunan dan pengembangan kurikulum yang akan dilaksanakan pada tingkat satuan pendidikan yang bersangkutan.
C. Pengertian
Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. KTSP adalah kurikulum operasional yang disusun oleh dan dilaksanakan di masing-masing satuan pendidikan. KTSP terdiri dari tujuan pendidikan tingkat satuan pendidikan, struktur dan muatan kurikulum tingkat satuan pendidikan, kalender pendidikan, dan silabus. Silabus adalah rencana pembelajaran pada suatu dan/atau kelompok mata pelajaran/tema tertentu yang mencakup standar kompetensi , kompetensi dasar, materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, indikator, penilaian, alokasi waktu, dan sumber/bahan/alat belajar. Silabus merupakan penjabaran standar kompetensi dan kompetensi dasar ke dalam materi pokok/pembelajaran, kegiatan pembelajaran, dan indikator pencapaian kompetensi untuk penilaian.
D. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan
KTSP dikembangkan sesuai dengan relevansinya oleh setiap kelompok atau satuan pendidikan di bawah koordinasi dan supervisi dinas pendidikan atau kantor Departemen Agama Kabupaten/Kota untuk pendidikan dasar dan provinsi untuk pendidikan menengah. Pengembangan KTSP mengacu pada SI dan SKL dan berpedoman pada panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP, serta memperhatikan pertimbangan komite sekolah/madrasah. Penyusunan KTSP untuk pendidikan khusus dikoordinasi dan disupervisi oleh dinas pendidikan provinsi, dan berpedoman pada SI dan SKL serta panduan penyusunan kurikulum yang disusun oleh BSNP .
KTSP dikembangkan berdasarkan prinsip-prinsip sebagai berikut:Berpusat pada potensi, perkembangan, kebutuhan, dan kepentingan peserta didik dan lingkungannya.Beragam dan terpaduTanggap terhadap perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi dan seniRelevan dengan kebutuhan kehidupanMenyeluruh dan berkesinambunganBelajar sepanjang hayatSeimbang antara kepentingan nasional dan kepentingan daerah

Senin, 08 Desember 2008

Sample Format RPP

Oleh: Damaskus Beny

Nama Sekolah : ...........
Kelas/Semester : ...........

Mata Pelajaran : ...........
Waktu : ..........
1. Kompetensi Dasar : Kemampuan anak untuk mengenal dan mengetahui tentang magnet,
2. Topik : Magnet.
3. Indikator :
Setelah mendengarkan penjelasan guru dan contoh yang dipraktekan guru, siswa dapat mengetahui pengertian magnet, dan bagaimana pengaruh magnet tersebut terhadap benda lain. Ketika guru bertanya secara lisan tentang pengertian magnet dan pengaruh magnet terhadap benda lain mereka bisa menjawab dengan baik.
Siswa bisa membedakan benda-benda yang bisa ditarik oleh magnet dan benda-benda yang tidak bisa ditarik oleh magnet. Ketika guru memperagakan di depan kelas, guru melibatkan beberapa siswa ikut terlibat langsung sehingga mereka akan mengetahui benda-benda yang bisa ditarik oleh magnet dan benda-benda yang tidak bisa ditarik oleh magnet. Selanjutnya guru menanyakan kepada siswa-siwa secara lisan benda-benda yang bisa ditarik oleh magnet dan benda-benda yang tidak bisa ditarik oleh magnet ternyata mereka bisa menjawab dengan baik.
4. Tujuan :
Tujuan dari penyampaian materi Magnet ini adalah agar para siswa mengetahui apa itu magnet, bagaimana pengaruh magnet terhadap benda lain, serta siswa dapat membedakan benda-benda yang dapat ditarik oleh magnet dan benda-benda yang tidak dapat ditarik oleh magnet.
5. Kelas/Semester : V/I
6. Metode Pembelajaran : Bermain peran dan Demonstrasi.
Menggunakan metode bermain peran karena siswa dilibatkan langsung dalam praktek yang dilakukan oleh guru di depan kelas. Sedangkan menggunakan metode Demonstrasi karena guru dalam penyampaian materi meminta beberapa siswa untuk menyebutkan secara lisan pengertian dari magnet, pengaruh magnet terhadap benda lain, benda-benda yang dapat dan tidak dapat ditarik oleh magnet.
7. Ranah :
Ranah yang ditekankan dalam penyampaian materi ini adalah Kognitif dan Psikomotorik karena penyampaian materi magnet ini untuk meningkatkan kemampuan akdemik dan keterampilan para siswa dibidang Fisika.
8. Gambaran Kelas :
Jumlah siswa terdiri dari 42 siswa dengan tife belajar Diverging sebanyak 10 siswa, tife belajar Assimilating sebanyak 8 siswa, tife belajar Converging sebanyak 9 siswa, tife belajar Accommodating sebanyak 12 siswa, tife belajar Assimilating dan Converging sebanyak 1 siswa, tife belajar Converging dan Accommodating sebanyak 1 siswa, tife belajar Accommodating dan Diverging sebanyak 1 siswa, tidak tahu sebanyak 2 siswa.
9. Media Pembelajaran : Alat Peraga.
Menggunakan alat peraga berupa beberapa buah magnet, benda-benda yang bisa dan tidak bisa ditarik oleh magnet. Penggunaan peraga ini sebagai media agar dalam penyampai materi lebih mudah, begitu juga dengan para siswa akan lebih tahu, paham dan mengerti tentang tujuan dari penyampaian materi.
10. Ringkasan Materi :
Magnet yang pertama kali di temukan di Magnesia Asia Kecil yang berupa Magnet Alam yang terdapat pada batuan. Yang dimaksud dengan magnet adalah sesuatu yang berupa besi yang mempunayai satu atau dua kutub yaitu kutub utara dan selatan atau salah satu kutubnya saja yang bisa menarik atau mempengaruhi bahan-bahan yang berupa besi dan baja. Sedangkan bahan-bahan yang berupa plastik, kayu, kaca, alumunium seng, tembaga dll merupakan bahan yang tidak bisa ditarik atau dipengaruhi oleh magnet.
11. Langkah-langkah Pembelajaran :
Kegiatan awal
Guru memberikan salam pembuka dan mengajak para siswa berdoa terlebih dahulu, (jika jam pertama masuk).
Guru mengajukan beberapa pertanyaan tentang keadaan siswa dan hal-hal yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan. Dari pertanyaan tersebut beberapa siswa menjawab pertanyaan yang diajukan oleh guru.
Kegiatan Inti
Guru menjelaskan pengertian magnet dan para siswa menyimak secara seksama.
Guru memberikan contoh dengan menggunakan alat peraga, sementara siswa memperhatikan dengan seksama.
Setelah memberikan contoh, guru menyuruh salah satu atau beberapa siswa untuk melakukan praktek di depan kelas mengenai pengaruh magnet terhadap benda lain.
Kegiatan Akhir
Guru membuat kesimpulan materi yang telah disampaikan.
Tes bisa dilakukan secara tes lisan dan tertulis atau berupa pekerjaan rumah (PR).
Guru memberikan salam penutup tanda berakhirnya pelajaran.
12. Penilaian :
Dalam proses kegiatan belajar mengajar, khususnya materi ini yang dinilai adalah keaktifan dalam mengikuti pelajaran, kemampuan dalam menjawab pertanyaan baik pertanyaan yang lisan maupun tertulis, serta keseriusan dalam proses kegiatan belajar mengajar.
13. Kriteria Penilaian :
Kriteria penilaian yaitu sebagai berikut :
· Untuk pertanyaan lisan 1 soal mendapat nilai sebagai bonus 2.
· Untuk petanyaan tertulis, karena soal yang diberikan sebanyak 3 soal maka masing-masing soal bernilai sama yaitu 30 untuk 1 soal.
· Untuk keaktifan masing-masing siswa mendapat nilai 5.
· Untuk keseriusan dalam proses belajar mengajar maka masing-masing siswa mendapat nilai 5 untuk keseriusan mereka.
· Jumlah dari kriteria penilaian tersebut yaitu 100+bonus 2=102.
· Bonus ini bertujuan agar siswa termotivasi dalam proses kegiatan belajar mengajar.
14. target Keberhasilan :
Dalam proses kegiatan belajar mengajar, khususnya penyampaian materi ini target keberhasilan yang ingin dicapai adalah 75-80%.
15. Sumber : Pendidikan IPA, oleh: Jenny R.E. Kaligis dan Hedro Darmodjo. 1991/1992, halaman 83.

Perencanaan Pembelajaran


Oleh: Damaskus Beny

A. Perumusan Tujuan Pengajaran
Tujuan pengajaran merupakan titik awal yang sangat penting dalam proses perencanaan pengajaran, sehingga baik arti maupun jenis-jenis perlu dipahami betul oleh seorang guru atau calon guru. Tujuan pengajaran merupakan komponen utama yang lebih dahulu harus dirumuskan guru dalam proses belajar-mengajar. Peranan tujuan itu sangat penting karena merupakan sasaran proses belajar-mengajar.
Tujuan pengajaran diartikan sebagai suatu upaya pendidik atau guru dalam hubungan dengan tugas-tugasnya membina peserta didik atau siswa, misalnya:
- Meningkatkan kemampuan baca siswa
- Melatih keterampilan tangan siswa
- Menumbuhkan sikap disiplin dan percaya diri di kalangan siswa.
Akan tetapi sekarang ini tujuan pengajaran lebih diartikan sebagai perilaku hasil belajar yang kita harapkan yang dimilki siswa-siswa setelah mereka menempuh proses belajar-mengajar, misalnya:
Siswa-siswa memiliki kemampuan membaca lebih baik
Siswa-siswa menguasai keterampilan tangan yang memadai
Siswa-siswa bersikap disiplin dan percaya diri
Siswa-siswa dapat memecahkan persamaaan kuadrat
Siswa-siswa dapat membuat kerajinan tangan dari tanah liat
Siswa-siswa dapat mengemukakan cara yang lebih tepat untuk mencegah timbulnya penyakit disentri
Siswa-siswa dapat menuliskan conto-contoh kalimat tungggal dalam bahasa inggris.
B. Penentuan Materi

Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam menetapkan materi pelajaran antara lain:
Materi pelajaran hendaknya sesuai dengan atau menunjang tercapainya tujuan instruksional
Materi pelajara hendaknya sesuai dengan tingkat pendidikan atau perkembangan siswa pada umumnya
Materi pelajaran hendaknya terorganisasi secara sistematik dan berkesinambungan
Materi pelajaran hendaknya mencakup hal-hal yang bersifat faktual dan konseptual.
Cara pemilihan materi:
Tujuan pengajaran, materi pelajaran hendaknya ditetapkan dengan mengacu pada tujuan-tujuan instruksional yang ingin dicapai.
Pentingnya bahan, materi yang yang diberikan hendaknya merupakan bahan yang betul-betul penting, baik di lihat dari tujuan yang ingin dicapai maupun fungsinya untuk mempelajari bahan berikutnya.
Nilai praktis, materi yang dpilih hendaknya bermakna bagi para siswa, dalam arti mengandung nilai praktis bermanfaat bagi kehidupan sehari-hari.
Tingkat perkembangan peserta didik, kedalaman materi yang dipilih hendaknya ditetapkan dengan memperhitungkan tingkat perkembangan berfikir siswa yang bersangkutan, dalam hal ini biasanya telah dipertimbangkan dalam kurikulum sekolah yang bersangkutan.
Tata urutan, mmateri yang diberikan hendaknya ditata dalam urutan yang memudahkan dipelajarinya keseluruhan materi oleh peserta didik atau siswa.

C. Pemilihan Media
Media pengajaran diartikan sebagai sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan atau isi pelajran, merangsang pikiran, perasaan, perhatian, dan kemampuan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar-mengajar.
Jenis-jenis media yang dapat digunakan menurut Brets ada tiga jenis yaitu: suara (audio), bentuk (visual), dan gerak (motion).
1. Media audio-motion-visual, yakni media yang mempunyai suara, ada gerakan dan bentuk obyek dapat dilihat, contohnya televisi, video, tape dan film bergerak.
2. Media audio-stil-visual, yakni media yang mempunyai suara, obyeknya dapat dilihat namun tidak ada gerakan, contohnya: film strif bersuara, slide bersuara, dan rekaman televisi dengan gambar tidak bergerak.
3. Media audio-semi motion, mempunyai suara dan gerakan, namun tidak dapat menampilkan suatu geraka secara utuh. Contohnya: papan tulis jarak jauh atau tele-blackboard.
4. Media-motion-visual, yakni media yang mempunyai gambar obyek bergerak tetapi tanpa mengeluarkan suara, seperti film bisu yang bergerak.
5. Media stil-visual, yakni ada obyek namun tidak bergerak, seperti film stri dan slide tidak bergerak.
6. Media audio, hanya menggunakan suara seperti radio, telepon dan audio-tape.
7. Media cetak, yang tampil dalam bentuk bahan-bahan tercetak atau tertulis seperti buku, modul dan pamplet.

D. Kegiatan belajar-mengajar
Setelah ditetapkan metode mengajar yang akan digunakan, selanjutnya perlu ditetapkan kegiatan-kegiatan pokok belajar-mengajar yang akan ditempuh oleh guru maupun siswa.
1. Kegiatan Guru
Jenis-jenis yang perlu dilakukan guru tergantung dari jenis-jenis metode mengajar yang digunakan. Dalam pemberian tugas misalnya kegiatan-kegiatan pokok yang dilakukan oleh guru antara lain:
a. Menjelaskan TIK yang ingin dicapai
b. Membagi siswa-siswa ke dalam beberapa kelompok
c. Menjelaskan tugas-tugas yang harus dikerjakan oleh setiap kelompok
d. Memantau pelaksanaan tugas oleh setiap kelompok
e. Membahas laporan hasil belajar kelompok.
2. Kegiatan Siswa
Dalam metode pembagian tugas, misalnya kegiatan pokok siswa antara lain:
a. Mengikuti dengan seksama penjelasan guru tentang pembagian kelompok dan jenis-jenis tugas yang harus dilaksanakan setiap kelompok
b. Melaksanakan tugas-tugas dalam kelompok
c. Menyiapkan laporan hasil pelaksanaan tugas
d. Melaporkan hasil kegiatan di depan kelas.
Dalam perencaan pengajaran, jenis-jenis kegiatan yang ditetapkan hendaknya cukup spesifik, misalnya disebutkan beberapa kelompok yang akan dibentuk, jenis tugas apa yang harus dikerjakan dan sebagainya.

E. Penilaian proses dan hasil belajar
Seperti kita ketahui, proses belajar-mengajar merupakan suatu proses yang bertujuan. Tujuan tersebut dinyatakan dalam rumusan kemampuan atau perilaku yang diharapkan dimiliki siswa setelah menyelesaikan kegiatan belajar. Untuk dapat mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran serta kualitas proses belajar-mengajar yang telah dilaksanakan, perlu dilakukan suatu usaha penilaian atau evaluasi terhadap hasil belajar siswa. Penilaian atau evaluasi pada dasarnya ialah proses memberikan pertimbangan atau nilai tentang sesuatu berdasarkan kriteria tertentu.
Dalam hal ini kegunaan evaluasi adalah:
1. Seberapa jauh siswa telah menguasai tujuan pelajaran yang telah ditetepkan.
2. Bagian-bagian mana dari program pengajaran yang masih lemah dan perlu diperbaiki.
Berdasarkan tersebut diatas, guru dapat mengetahui tercapai tidaknya tujuan pengajaran, dalam hal ini jumlah instruksional khusus (TIK). Dengan fungsi ini dapat diketahui tingkat penguasaan bahan pelajaran yang telah dimiliki oleh para siswa. Dengan kata lain dapat diketahui hasil belajar yang dicapai para siswa. Di samping itu, dengan fungsi ini guru dapat mengetahui berhasil tidaknuya ia mengajar. Karena rendanya hasil belajar yang dicapai oleh para siswa bukan semata-mata disebabkan oleh siswa itu sendiri, tetapi dapat juga disebabkan oleh kurang berhasilnya proses belajar-mengajar yang dilaksanakan guru.

PROFESIONAL GURU SEBAGAI SEBUAH KEBUTUHAN



Oleh: Damaskus Beny

Dalam sebuah laporan yang diterbitkan baru-baru ini, berdasarkan tes yang telah dilakukan oleh Trends In International Mathematics and Sciences Study (TIMSS) tahun 2003, menunjukkan bahwa para siswa SLTP kelas dua kita, menempati posisi ke 34, jauh dibawah Singapura dan Malaysia yang masing-masing menempati urutan pertama dan ke sepuluh, pada penilaian kemampuan anak didik di bidang matematika.
Hal yang tidak jauh berbeda, terjadi pula pada nilai penguasaan atas ilmu pengetahuan. Tes yang diselenggarakan dibawah payung organisasi Association for Evaluation of Educational Achievment International (AAEI) ini, kembali menempatkan para siswa Indonesia pada urutan ke 36, dibawah Mesir dan Palestina yang berada satu peringkat diatasnya. Sedangkan Negara tetangga kita, Singapura dan Malaysia, masih menempati nomor pertama dan ke dua puluh dari 50 negara yang ditelaah.
Realitas yang memukul dunia pendidikan kita ini, menjadi semakin lengkap, apabila kita kaitkan juga dengan laporan dari UNDP yang baru-baru ini dipublikasikan, dimana berdasarkan laporan, Human Development Report 2004”, tersebut dinyatakan bahwa angka buta huruf dewasa (adult illiteracy rate) di Indonesia mencapai 12,1%. Ini berarti, dari setiap 100 orang Indonesia dewasa yang berusia 15 tahun ke atas, ada 12 orang yang tidak bisa membaca. Angka ini relatif jauh lebih tinggi, apabila kita bandingkan dengan negera-negara lain, seperti Thailand (7,4%), Brunai Darussalam (6,1%) dan Jepang (0,0%).
Pada tahun yang sama (2004), UNDP juga telah mengeluarkan laporannya tentang kondisi HDI (Human Development Indeks)** di Indonesia. Dalam laporan tersebut, HDI Indonesia berada pada urutan ke 111 dari 175 negara. Posisi ini masih jauh dari Negara-negara tetangga kita, seperti Malaysia yang menempati urutan ke-59, Thailand yang menempati urutan ke 76 dan Philipina yang menempati urutan ke-83. Untuk kawasan Asia Tenggara, Indonesia hanya menempati satu peringkat di atas Vietnam. Sebuah negara yang baru saja keluar dari konflik politik yang besar dan baru memulai untuk berbenah diri namun sudah memperlihatkan hasilnya karena membangun dengan tekad dan kesungguhan hati.
Fenomena diatas telah memberi gambaran secara sekilas kepada kita, tentang kondisi dunia pendidikan saat ini di tanah air, dimana kualitas pendidikan di negera kita memang masih jauh dari yang kita harapkan. Perlu sebuah upaya kerja keras tanpa henti dengan melibatkan seluruh stakeholders, agar dunia pendidikan kita benar-benar bangkit dari keterpurukan untuk mengejar ketertinggalannya sehingga mampu berkompetisi secara terhormat dalam era globalisasi yang semakin menguat. Oleh sebab itu reformasi pendidikan, dimana salah satunya issu utamanya adalah peningkatan profesionalisme guru merupakan sebuah keniscayaan yang tidak dapat ditawar-tawar lagi dalam mencapai pendidikan yang lebih berkualitas.
Fenomena dunia pendidikan kita saat ini
Setidak tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan kondisi dunia pendidikan kita saat ini, yaitu : issu seputar masalah guru, kebijakan pemerintah sebagai penyelenggara Negara, manajemen internal sekolah dan issu sarana dan prasarana belajar mengajar.
Issu seputar masalah guru.
Dalam dunia pendidikan, keberadaan peran dan fungsi guru merupakan salah satu faktor yang sangat signifikan. Guru merupakan bagian terpenting dalam proses belajar mengajar, baik di jalur pendidikan formal maupun informal. Oleh sebab itu, dalam setiap upaya peningkatan kualitas pendidikan di tanah air, tidak dapat dilepaskan dari berbagai hal yang berkaitan dengan eksistensi guru itu sendiri.
Filsofi sosial budaya dalam pendidikan di Indonesia, telah menempatkan fungsi dan peran guru sedemikian rupa sehingga para guru di Indonesia tidak jarang telah di posisikan mempunyai peran ganda bahkan multi fungsi. Mereka di tuntut tidak hanya sebagai pendidik yang harus mampu mentransformasikan nilai-nilai ilmu pengetahuan, tetapi sekaligus sebagai penjaga moral bagi anak didik. Bahkan tidak jarang, para guru dianggap sebagai orang kedua, setelah orang tua anak didik dalam proses pendidikan secara global.
Dalam konteks sosial budaya Jawa misalnya, kata guru sering dikonotasikan sebagai kepanjangan dari kata “digugu dan ditiru” (menjadi panutan utama). Begitu pula dalam khasanah bahasa Indonesia, dikenal adanya sebuah peribahasa yang berunyi “Guru kencing berdiri, murid kencing berlari”. Semua perilaku guru akan menjadi panutan bagi anak didiknya. Sebuah posisi yang mulia dan sekaligus memberi beban psykologis tersendiri bagi para guru kita.
Saat ini setidak-tidaknya ada empat hal yang berkaitan dengan permasalahan yang dihadapi guru di Indonesia, yaitu : pertama, masalah kualitas/mutu guru, kedua, jumlah guru yang dirasakan masih kurang, ketiga, masalah distribusi guru dan masaah kesejahteraan guru.
1. Masalah kualitas guru
Kualitas guru kita, saat ini disinyalir sangat memprihatinkan. Berdasarkan
data tahun 2002/2003, dari 1,2 juta guru SD kita saat ini, hanya 8,3%nya yang
berijasah sarjana. Realitas semacam ini, pada akhirnya akan mempengaruhi kualitas anak didik yang dihasilkan. Belum lagi masalah, dimana seorang guru sering mengajar lebih dari satu mata pelajaran yang tidak jarang, bukan merupakan corn/inti dari pengetahuan yang dimilikinya, telah menyebabkan proses belajar mengajar menjadi tidak maksimal.
2. Jumlah guru yang masih kurang
Jumlah guru di Indonesia saat ini masih dirasakan kurang, apabila dikaitkan dengan jumlah anak didik yang ada. Oleh sebab itu, jumlah murid per kelas dengan jumlah guru yag tersedia saat ini, dirasakan masih kurang proporsional, sehingga tidak jarang satu raung kelas sering di isi lebih dari 30 anak didik. Sebuah angka yang jauh dari ideal untuk sebuah proses belajar dan mengajar yang di anggap efektif. Idealnya, setiap kelas diisi tidak lebih dari 15-20 anak didik untuk menjamin kualitas proses belajar mengajar yang maksimal.
3. Masalah distribusi guru
Masalah distribusi guru yang kurang merata, merupakan masalah tersendiri
dalam dunia pendidikan di Indonesia. Di daerah-daerah terpencil, masing sering kita dengar adanya kekurangan guru dalam suatu wilayah, baik karena alasan keamanan maupun faktor-faktor lain, seperti masalah fasilitas dan kesejahteraan guru yang dianggap masih jauh yang diharapkan.
4. Masalah kesejahteraan guru
Sudah bukan menjadi rahasia umum, bahwa tingkat kesejahteraan guru-guru kita sangat memprihatinkan. Penghasilan para guru, dipandang masih jauh dari mencukupi, apalagi bagi mereka yang masih berstatus sebagai guru bantu atau guru honorer. Kondisi seperti ini, telah merangsang sebagian para guru untuk mencari penghasilan tambahan, diluar dari tugas pokok mereka sebagai pengajar, termasuk berbisnis dilingkungan sekolah dimana mereka mengajar tenaga pendidik. Peningkatan kesejahteaan guru yang wajar, dapat meningkatkan profesinalisme guru, termasuk dapat mencegah para guru melakukan praktek bisnis di sekolah.
b. Kebijakan pemerintah.
Tidak dapat disangkal lagi bahwa pemerintah sebagai institusi penyelenggara Negara mempunyai peranan tersendiri dalam meningkatkan kualitas pendidikan nasional. Kebijakan pemerintah, pada dasarnya dapat dikatagorikan dalam dua bentuk, yaitu kebijakan yang bersifat konstitusional dan kebijakan yang bersifat operasional. Kebijakan konstitusional lebih mengarah pada bagaimana pemerintah menetapkan perundang-undangan maupun peraturan-peraturan untuk meningkatkan kualitas pendidikan nasional kita. Dalam Konteks ini, beberapa langkah maju telah dicapai oleh pemerintah saat ini. Lahirnya UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, merupakan strategi jangka panjang dalam membenahi carut marut dunia pendidikan kita. Sudah barang tentu, UU tersebut masih diperlukan penjabaran lebih lanjut dalam berbagai bentuk peratutan-peraturan yang berada dibawahnya, termasuk issu Badan Hukum Pendidikan (BHP), peraturan perbukuan maupun issu sertifikasi bagi para pengajar untuk meningkatkan standar kualitas mereka.
Kebijakan operasioanal pemerintah, lebih mengarah pada kebijakan alokasi anggaran yang ditujukan bagi sektor pendidikan nasional. UU No. 20 Tahun 2003, memang telah mengamanatkan untuk menglaokasikan 20% dari APBN/APBD untuk sektor pendidikan. Namun mengingat kemampuan keuangan Negara yang masih terbatas, maka alokasi 20% ini rencananya akan dicapai dalam beberapa tahap sesuai dengan kemampuan keuangan Negara. Dalam tahun anggaran 2004 yang lalu, untuk sektor pendidikan baru di alokasikan sebesar 6,6%. Tahun 2005, jumlahnya telah meningkat menjadi 9,29% dan tahun ini, rencananya akan dialokasikan 12,01%, 14,60% untuk anggaran tahun 2007 dan berturut-turut sampai tahun 2009 nanti, diharapkan anggaran untuk sektor pendidikan akan menjadi 17,40% dan 20,10%.


c. Manajemen sekolah
Manajemen pendidikan di Indonesia, secara umum dikatagorikan dalam dua kelompok yaitu yang diatur dan dibawah kendali langsung pemerintah (sekolah negeri) dan sekolah-sekolah yang di kelola oleh pihak swasta (sekolah swasta). Perbedaan manajemen ini pada akhirnya, sedikiit banyak akan mempengaruhi mutu dan kualitas anak didik di masing-masih sekolah serta secara tidak langsung telah ikut menciptakan “ketimpangan” dalam pengelolaan sekolah. Bagi para keluarga yang secara ekonomi mapan, maka mereka cenderung akan mampu memasukkan anak-anaknya pada sekolah-seklah favorit yang biasanya memerlukan alokasi dana yang tidak sedikit. Begitu pula sebaliknya, bagi yang keluarga yang kurang mampu, biaya sekolah dirasakan mahal dan menjadi beban tersendiri bagi ekonomi keluarga.
Belum lagi kebijakan pemerintah dimasa lampau yang cenderung membedakan berbabagai bentuk bantuan untuk sekolah negeri dan swasta, secara langsung maupun tidak telah ikut memperparah ketimpangan dunia pendidikan. Dalam konteks ini, pemerintah telah mengambil kebijakan untuk tidak membedakan antara sekolah yang di kelola oleh Negara maupun sekolah yang di kelola oleh pihak swasta.


d. Saran dan prasarana sekolah
Sarana dan prasarana sekolah, merupakan salah satu kendala yang masih dihadapi oleh dunia pendidikan kita. Kemampuan keuangan yang masih terbatas, salah kelola maupun tingkat KKN yang masih tinggi serta faktor-faktor lain, telah menyebabkan kondisi sekolah masih jauh dari memadai. Mulai dari jumlah gedung yang rusak, ruang kelas yang terbatas maupun kelengkapan alat-alat laboratorium yang sangat dibutuhkan dalam pencapaian proses belajar mengajar yang belum maksimal, merupak beberapa kendala nyata yang masih kita hadapi. Di profinsi Jawa TImur saja, saat ini tercatat 5.373 sekolah dan 20.736 ruang kelas yang harus diperbaiki. Dari jumlah tersebut, sebanyak 5.065 diantaranya adalah SD/MI berjumlah 175, SMP/MTs berjumlah 53 SMA/MA dan SMK berjumlah 80 buah (Kompas, 14 Januari 2006).

Profesionalisme guru sebagai sebuah tuntutan
Tidak dapat disangkal lagi bahwa profesionalisme guru merupakan sebuah kebutuhan yang tidak dapat ditunda-tunda lagi, seiring dengan semakin meningkatnya persaingan yang semakin ketat dalam era globalisasi seperti sekarang ini. Diperlukan orang-orang yang memang benar benar-benar ahli di bidangnya, sesuai dengan kapasitas yang dimilikinya agar setiap orang dapat berperan secara maksimal, termasuk guru sebagai sebuah profesi yang menuntut kecakapan dan keahlian tersendiri. Profesionalisme tidak hanya karena faktor tuntutan dari perkembangan jaman, tetapi pada dasarnya juga merupakan suatu keharusan bagi setiap individu dalam kerangka perbaikan kualitas hidup manusia. Profesionalisme menuntut keseriusan dan kompetensi yang memadai, sehingga seseorang dianggap layak untuk melaksanakan sebuah tugas. Ada beberapa langkah strategis yang harus dilakukan dalam upaya, meningkatkan profesionalisme guru, yaitu :

1. Sertifikasi sebagai sebuah sarana
Salah satu upaya untuk meningkatkan profesionalisme guru adalah melalui sertifikasi sebagai sebuah proses ilmiah yang memerlukan pertanggung jawaban moral dan akademis. Dalam issu sertifikasi tercermin adanya suatu uji kelayakan dan kepatutan yang harus dijalani seseorang, terhadap kriteria-kriteria yang secara ideal telah ditetapkan.
Sertifikasi bagi para Guru dan Dosen merupakan amanah dari UU Sistem Pendidikan Nasional kita (pasal 42) yang mewajibkan setiap tenaga pendidik harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai dengan jenjang kewenangan mengajar yang dimilikinya. Singkatnya adalah, sertifikasi dibutuhkan untuk mempertegas standar kompetensi yang harus dimiliki para guru dan dosen sesui dengan bidang ke ilmuannya masing-masing.

2. Perlunya perubahan paradigma
Faktor lain yang harus dilakukan dalam mencapai profesionalisme guru adalah, perlunya perubahan paradigma dalam proses belajar mengajar. Anak didik tidak lagi ditempatkan sekedar sebagai obyek pembelajaran tetapi harus berperan dan diperankan sebagai obyek. Sang guru tidak lagi sebagai instruktur yang harus memposisikan dirinya lebih tingi dari anak didik, tetapi lebih berperan sebagai fasilitator atau konsultator yang bersifat saling melengkapi. Dalam konteks ini, guru di tuntut untuk mampu melaksanakan proses pembelajaran yang efektif, kreatif dan inovatif secara dinamis dalam suasana yang demokratis. Dengan demikian proses belajar mengajar akan dilihat sebagai proses pembebasan dan pemberdayaan, sehingga tidak terpaku pada aspek-aspek yang bersifat formal, ideal maupun verbal. Penyelesaian masalah yang aktual berdasarkan prinsip-prinsip ilmiah harus menjadi orientasi dalam proses belajar mengajar. Oleh sebab itu, out put dari pendidikan tidak hanya sekedar mencapai IQ (intelegensia Quotes), tetapi mencakup pula EQ (Emotional Quotes) dan SQ (Spiritual Quotes).

3. Jenjang karir yang jelas
Salah satu faktor yang dapat merangsang profesionalisme guru adalah, jenjang karir yang jelas. Dengan adanya jenjang karir yang jelas akan melahirkan kompetisi yang sehat, terukur dan terbuka, sehingga memacu setiap individu untuk berkarya dan berbuat lebih baik.

4.Peningkatan kesejahteraan yang nyata
Kesejahteraan merupakan issu yang utama dalam konteks peran dan fungsi guru sebagai tenaga pendidik dan pengajar. Paradigma professional tidak akan tercapai apabila individu yang bersangkutan, tidak pernah dapat memfokuskan diri pada satu hal yang menjadi tanggungjawab dan tugas pokok dari yang bersangkutan. Oleh sebab itu, untuk mencapai profesionalisme, jaminan kesejahteraan bagi para guru merupakan suatu hal yang tidak dapat diabaikan dan dipisahkan. (Angelina Sondakh)

KESIMPULAN
Profesionalisme adalah sebuah kata yang tidak dapat dihindari dalam era globalisasi dan internasionalisasi yang semakin menguat dewasa ini, dimana persaingan yang semakin kuat dan proses transfaransi disegala bidang merupakan salah satu ciri utamanya. Guru sebagai sebuah profesi yang sangat strategis dalam pembentukan dan pemberdayaan anak-anak penerus bangsa, memiliki peran dan fungsi yang akan semakin signifikan dimasa yang akan datang. Oleh sebab itu pemberdayaan dan peningkatan kualitas guru sebagai tenaga pendidik, merupakan sebuah keharusan yang memerlukan penangan lebih serius. Profesinalisme guru adalah sebuah paradigma yang tidak dapat di tawar-tawar lagi.
Dalam konteks pemberdayaan guru menuju sebuah profesi yang berkualitas dimana secara empiris dapat dipertanggung jawabkan, memerlukan keterlibatan banyak pihak dan stakeholders, termasuk pemerintah sebagai penyelengara Negara. Diperlukan sebuah kondisi yang dapat memicu dan memacu para guru agar dapat bersikap, berbuat serta memiliki kapasitas dan kapabilitas yang sesuai dengan bidang ke-ilmuannya masing-masing. Kondisi tersebut dapat disimpulkan sebagai faktor internal dan faktor eksternal.
Faktor internal lebih mengarah pada guru itu sendiri, baik secara individual maupun secara institusi sebagai sebuah entitas profesi yang menuntut adanya kesadaran, dan tanggung jawab yang lebih kuat dalam menjalankan peran dan fungsinya sebagai tenaga pendidik. Diperlukan sebuah komitmen yang dapat dapat dipertanggung jawabkan, baik secara ilmiah maupun moral, agar guru dapat benar-benar berpikir dan bertindak secara professional sebagaimana profesi-profesi lain yang menuntut adanya suatu keahlian yang lebih spesifik.
Faktor ekternal dalam konteks ini, lebih terkait pada bagaiamana kebijakan pemerintah dalam menodorong dan menciptakan kebijakan maupun atmosfir yang dapat merangsang dan melahirkan guru-guru yang profesional. Hal yang paling mendasar berkaitan dengan masalah ini adalah issu kesejahteraan bagi para guru, agar mereka dapat benar-benar fokus pada peran dan fungsinya sebagai tenaga pendidik.











Asal Mula Batu Daya



Menurut Penuturaan Masyarakat Daerah Simpangk Dua


Pada zaman dahulu di sebuah kampung yang bernama Baya, hiduplah sebuah keluarga. Keluarga tersebut hanya terdiri dari seorang Ibu dan satu anaknya yang bernama Daya, Sedangkan suami dari Ibu tersebut sudah lama meninggal dunia.Kehidupan sehari-hari dari Ibu tersebut adalah bercocok tanam dan berladang. Ia sangat menyangi anaknya, karena anak tersebut satu-satunya anak yang dia miliki. Kemanapun Ibu tersebut pergi pasti ia selalu membawa anak itu, karena selain umur anak tersebut baru berusia tiga tahun, sang ibupun sangat menyayangi anaknya itu.
Pada suatu hari sang Ibu dan anaknya pergi ke sebuah sungai untuk mencuci pakaian dan mandi. Pada hari itu cucian sang Ibu banya sekali, anaknya yang masih kecil tersebut diletakannya di atas sebuah batu yang lumayan besar. Bagian atas permukaan batu tersebut datar, sehingga bisa untuk menyimpan segala sesuatu termasuklah anak tersebut. Barang cucian yang begitu banyak membuat sang ibu begitu sibuk mencuci, sampai-sampai dia lupa sesekali untuk memperhatikan anaknya yang dia letakan diatas batu tadi. Pada waktu sang Ibu begitu sibuk dengan pekerjaan mencucinya, anaknya tersebut berkata kepada ibunya :
Anak : Mak junjung batu
Ibu : Ya!!!...
Anak : Mak junjung batu
Ibu : Ya!!!...
Anak : Mak!!!...junjung batu....
Ibu :Ya!!!...,ya....
Begitulah selanjutnya beberapa kali yang dikatakan anak tersebut kepada ibunya, sang ibupun menyahut dengan perkataan dan nada yang sama. Makin lama, suara yang keluar dari mulut anak tersebut semakin jauh kedengaran, ketika suara anak tersebut semakin jauh barulah sang ibu sadar bahwa dia tidak memperhatikan apa yang terjadi pada anaknya karena dia hanya menjawab apa yang dibicarakan oleh anaknya tersebut. Ketika sang ibu melihat kearah batu dimana anaknya tadi di letakan, dia terperanjat sekaligus berteriak dan meratap. Batu tempat dia menyimpan anaknya tadi ternyata bergerak ke arah atas semakin lama semakin tinggi hingga membentuk sebuah gunung batu yang besar dan tinggi, pada akhirnya sang ibu tidak bisa lagi melihat dan mendengar suara anaknya. Sang ibupun menangis dan menjerit meratapi peristiwa yang baru saja menimpa anaknya. Apalah hendak dikata oleh sang Ibu, kini anak satu-satunya yang dia miliki telah hilang di depan matanya sendiri. Menurut cerita penduduk setempat sang anak tersebut berubah menjadi batu. Batu tesebut diberi nama batu daya, nama daya diambil dari nama anak yang menjadi batu tersebut.
Penduduk sekitar tempat batu tersebut mempunyai suatu kepercayaan dan tradisi bawa tempat tersebut merupakan tempat yang Keramat. Secara turun temurun kepercayaan tersebut tetap dipegang dan dipercayai oleh mereka hingga sekarang. Setiap satu tahun sekali penduduk setempat mengadakan semacam upacara ritual, yang bertujuan untuk mengenang peristiwa terjadinya batu daya tersebut.

MEDIA PEMBELAJARAN


Oleh: Damaskus Beny
A. PENGERTIAN MEDIA PENGAJARAN

Sebelum uraian ini di sampaikan pada penggunaan oleh guru dalam peroses belajar mengajar, ada baiknya di pahami apa yang di maksud media itu sebenarnya.Kata “media”berasal dari kata latin dan merupakan kata jamak dari kata “medium”, yang secara harafiah berarti “perantara atau pengantar”.Dengan demikian, media merupakan wahana penyalur informasi. Bila media adalah sumber belajar, maka dapat di artikan dengan manusia .benda, ataupun pristiwa memungkinkan anak didik memperoleh pengetahuan dan keterampilan. Namun perlu di ingat, bahwa peran media tidak akan terlihat bila penggunaanya tidak sejalan dari isi dari tujuan pengajaran yang telah dirumuskan. Karena itu, tujuan pengajaran harus dijadikan sebagai pangkal acuan untuk menggunakan media. Bila diabaikan, maka media bukan lagi sebagai alat bantu pengajaran, tetapi sebagai penghambat dalam pencapaian tujuan secara efektif dan efisien.Menurut Mc. Luhan media adalah semua saluran pesan yang dapat digunakan sebagai sarana komunikasi dari seorang ke orang lain yang tidak ada dihapannya. Menurut pengertian ini media komunikasi meliputi surat, televis, film, dan telepon. Menurut batasan ini bahan saluran apapun akan tercakup dalam pengertian media itu, sebab dapat digunakan oleh seserorang sebagai alat untuk berkomunikasi dengan orang lain (Mc. Luhan 1964). Sebaliknya ada juga orang yang berpendapat bahwa yang disebut media itu hanya alat-alat penyalur informasi yang canggih seperti televis dan film saja. Romiszowski (1988), seorang professor dalam bidang teknologi pendidikan dari Syracucue University member saran pada kita untuk mengambil jalan tengah diantara kedua pendapat yang ekstrim itu. Menurut dia media sebaiknya diberi batasan yang cukup sempit sehingga hanya mencakupa media yang dapat digunakan secara efektif untuk melaksanakan proses pengajaran yang direncanakan dengan baik.Menurut Rmiszowski, media ialah pembawa pesan yang berasal dari suatu sumber pesan (yang dapat berupa orang atau benda) kepada penerima pesan. Dalam proses belajar mengajar penerima pesan tersebut adalah siswa. Dalam suatu proses belajar mengajar, pesan yang disampaikan dari sumber pesan kepada penerima pesan itu ialah isi pelajaran. Dari pembahasan yang telah diuraikan diatas, dapat di pahami bahwa media adalah alat bantu apa saja yang dapat dijadikan sebagai penyalur pesan guna mencapai tujuan pengajaran.B. PERAN DAN KEGUNAAN MEDIAMedia dapat digunakan dalam proses belajar-mengajar dengan dua cara, yaitu sebagai alat bantu mengajar dan sebagai media belajar yang dapat digunakan sendiri oleh siswa. Media yang dipakai sebagai alat bantu mengajar disebut dependen media, sedangkan media yang digunakan olah siswa dalam kegiatan belajar mandiri disebut independen media.a. Media Sebagai Alat Bantu Mengajar (Dependen Media)Media sebagai alat bantu dalam peroses belajar mengajar adalah suatu kenyataan yang tak dapat dipungkiri. Guru sadar bahwa tanpa bantuan media, maka bahan ajaran sukar untuk dicerna dan dipahami oleh anak didik, terutama bahan pelajaran yang rumit atau komplek. Setiap materi pelajaran tentu memiliki tingkat kesukaran yang bervariasi. Pada satu sisi ada bahan pelajaran yang tidak memerlukan alat bantu, tetapi dilain pihak ada bahan pelajaran yang sangat memerlukan alat bantu berupa media pengajaran seperti globe, grafik, gambar dan sebagainya.Guru yang bijaksana tentu sadar bahwa kebosanan anak dan kelelahan anak didik adalah berpangkal dari penjelasan yang diberikan guru simpang siur, tidak ada fokus masalahnya. Hal ini tentu dicari jalan keluarnya, jika guru tidak memiliki kemampuan untuk menjelaskan suatu bahan dengan baik, apa salahnya menghadirkan media sebagai alat bantu pengajaran guru mencapai tujuan yang telah ditetapkan sebelum pelaksanaan pengajaran.Sebagai alat bantu,media mempunyai pungsi melicinkan jalan menuju tercapainya tujuan pengajaran. Selain itu, pengunaan media sebagai alat bantu tidak bisa sembarangan menurut kehendak hati guru.tetapi harus memperhatikan dan mempertimbangkan tujuan. Media yang dapat menunjang tercapainya pengajaran tentu lebih diperhatikan.sedangkan media yang tidak menunjang harus di singkirkan jauh-jauh untuk sementara. Seorang guru mampu atau tidak megunakan media tersebut. Jika tidak, maka jangan mempergunakanya, sebab hal itu akan sia-sia. Akhirnya, dapat dipahami bahwa medi adalah alat bantu dalam peroses belajar mengajar, dan guru yang mempergunakanya untuk membelajarkan anak didik demi tercapainya tujuan pengajaranb.Media Sebagai Sumber Belajar (Independen Media)Belajar mengajar adalah suatu proses yang mengolah sejumlah nilai untuk dikonsumsi oleh setiap anak didik. Nilai-nilai itu tidak datang dengan sendirinya, tetapi terambil dari berbagai sumber. Sumber belajar yang sesunguhnya banyak sekali terdapat di mana-mana;di sekolah, dihalaman, di pusat kota, dan sebagainya. Udin Saripuddin dan Winataputra (199: 65) mengelompokan sumber-sumber belajar menjadi lima katagori, yaitu manusia, buku atau perpustakaan, media massa, alam lingkungan dan media pendidikan. Sumber belajar adalah segala sesuatu yang dapat di pergunakan sebagai tempat di mana bahan pengajaran terdapat atau asal untuk belajar seseorang.Kalau pendidikan dimasa lalu, guru merupakan satu-satunya sumber belajar bagi anak didik sehingga kegiatan pendidikan cendrung masih tradisional. Perangkat teknologi penyebaranya masih sangat terbatas dan belum memasuki dunia pendidikan. Tetapi lain halnya sekarang, perangkat teknologi sudah ada dimana-mana. Di sekolah-sekolah kini, terutama di kota-kota besar teknologi dalam berbagai bentuk dan jenis sudah di pergunakan untuk mencapai tujuan. Ternyata teknologi yang disepakati sebagai media itu,tidak hanya sebagai alat bantu, tetapi juga sebagai sumber belajar dalam peruses belajar mengajar. Media sebagai sumber belajar diakui sebagai alat bantu auditif, visual, dan audiovisual. Pengunaan ketiga sumber ini tidak sembarangan, tetapi harus disesuaikan dengan perumusan tujuan instruksional, dan tentu saja dengan kompetensi guru itu sendiri, dan sebagainya.C. KARAKTERISTIK MEDIAMenurut Rudi Bretz klasifikasi media atas karakteristik utamanya yaitu suara, bentuk visual (gambar, garis, dan simbol,dan gerak). Disamping itu juga ia membedakan media transmisi dan media rakaman. Atas dasar itu Bretz (1971) menggolongkan semua media menjadi tujuh kelas, yaitu: media audio visual gerak, media audio visual diam, media audio semi gerak, media visual gerak, media visual diam, media audio, dan media cetak.D. KLASIFIKASI MEDIAUntuk tujuan praktis, berdasarkan klasifikasi menurut para ahli diatas serta pengembangan dilapangan, berikut ini akan diidentifikasikan menurut kesamaan karakteristik dan kekhususann.1. Dilihat dari jenisnya, media dibagi kea. Media AuditifMedia auditif adalah media yang hanya mengandalkan kemampuan suara saja, seperti radio, cassette recorder, piring hitam. Media ini tidak cocok untuk orang tuli atau mempunyai kelainan dalam pendegaran.b. Media VisualMedia visual adalah media yang mengandalkan indra pengelihatan. Media visual ini ada yang menampilkan gambar diam seperti film strip ( film rangkai ), slids ( film binkai ) foto, gambar atau lukisan, dan cetakan. Ada pula media visual yang menampilkan gambar atau simbol yang bergerak seperti film bisu, dan film kartun.c. Media audiovisual.Media audiovisual adalah media yang mempunyai unsur suara dan unsur gambar. Media ini mempunyai kemampuan yang lebih baik, karena meliputi kedua jenis media yang pertama dan yang kedua. Media ini di bagi lagi kedalam :1. Audiovisual Diam yaitu media yang menampilkan suara dan gambar diam seperti film bingkai suara ( sound slids ), film rangkai suara dan cetak suara.2. Audiovisual gerak yaitu media dapat menampilkan unsur suara dan gambar yang bergerak, seperti film suara dan video cassette.Pembagian lain dari media ini adalah:a. Audiovisual Murni yaitu baik unsur suara maupun unsur gamar berasal dari satu sumber seperti film video cassette.b. Audiovisual tidak murni yaitu unsur suara dan unsur gambar berasal dari sumber yang berbeda, misalnya film bingkai suara yang unsur gambarnya bersumber dari slids proyektor dan unsur suaranya bersumber dari tape recorder2. Dilihat dari Daya Liputnya, Media dibagia. Media dengan liput luas dan serentakPenggunaan media ini tidak terbatas oleh tempat dan ruang serta dapat menjangkau jumlah anak didik yang banyak dalam waktu yang sama.Contoh : radio dan televisi.b. Media dengan daya liput yang terbatas oleh ruang dan tempatMedia ini dalam penggunaannya membutuhkan ruang dan tempat yang khusus seperti film, saund slide, film rangkai, yang harus menggunakan tempat yang tertutup dan gelap.c. Media untuk pengajaran individual.Media ini hanya digunakan untuk seorang diri, termasuk media ini adalah modul berprogram dan pengajaran melalui komputer.3. Dilihat dari bahan pembuatanny, media dibagi dalam :a. Media sederhanaMedia ini bahan dasarnya mudah diperoleh dan harganya murah, cara pembutannya mudah, dan penggunaan tidak sulit.b. Media kompleks.Media ini adalah media yang bahan dan alat pembutannya sulit diperoleh serta mahal harganya, sulit membuat, dan penggunaannya memerlukan keterampilan yang memadai.E. PEMILIHAN MEDIA SECARA SISITEMATIKMedia digunakan sebagai bagian yang tak terpisahkan dari sistem belajar-mengajar yang berlaku. Karena itu ketika memilih media yang akan digunakan, anda perlu mengigat beberapa faktor yang perlu dipertimbangkan waktu anda menyusun rencana pembelajaran. Faktro-faktor tersebut antara lain adalah kebutuhan belajar, tujuan pengajaran, karakteristik siswa, isi pelajaran, metode pengajaran, serta tersedia tidaknya media yang dipilih. Secara umum faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan dalam memilih media dapat diamati pada model pemilihan berikut:a. Prinsip – Prinsip Pemilihan dan Penggunaan Media.Ketika suatu media akan dipilih, ketika suatu media akan dipergunakan, ketika itulah beberapa prinsip perlu guru perhatikan dan pertimbangkan Drs. Sudirman N.( 1991 ) mengemukakan beberapa prinsip pemilihan media pengajaran yang dibagi kedalam 3 kategori1. Tujuan pemilihanMemilih media yang akan digunakan harus berdasarkan maksud dan tujuan pemilihan yang jelas. Apakah pemilihan media itu untuk pembelajaran ( siswa belajar ), untuk informasi yang bersifat umum ataukah untuk sekedar hiburan mengisi waktu kosong? Lebih spesifik lagi, apakah untuk pengajaran kelompok atau individu apakah untuk sasaran tertentu seperti anak TK, SD, SMP, SMU, tuna runggu, tuna netra, masyarakat pedesaan, atau masyarakat perkotaan. Tujuan pemilihan ini berkaitan dengan kemampuan berbagai media.2. Karaktestik media pengajaranSetiap media mempunyai karakteristik tertentu, baik dilihat dari segi kemampuanya, cara pembuatanya, cara pengunanya. Di samping itu , memberi kemungkinan kepada guru untuk mempergunakan berbagai jenis media pengajaran secara berpariasi.3. Alternatif pilihanMemilih pada hakekatnya adalah proses membuat keputusan dari berbagai alternatif pilihan. Guru bisa menentukan pilihan media mana yang akan digunakan apabila terdapat beberapa media yang dapat diperbandingkan. Sedangkan hanya ada satu guru tidak bisa memilih dan mengunakan apa adanya. Dalam mengunakan media hendaknya guru memperhatikan sejumlah prinsip tertentu agar pengunaan media tersebut dapat mencapai hasil yang baik.perinsip itu menurut Dr. Nana Sudjana ( 1991 : 104 ) adalah:1. Menentukan jenis media dengan tepat ; artinya, sebaiknya guru memilih terlebih dahulu media manakah yang sesuai dengan tujuan dan bahan pelajaran yang akan diajarkan.2. Menetapkan atau memperhitungkan subjek dengan tepat; artinya, perlu diperhitungkan apakah penggunaan media itu sesuai dengan tingkat kematangan atau kemampuan anak didik.3. Menyajikan media dengan tepat; artinya, teknik dan metode penggunaan media dalam pengajaran harus disesuaikan dengan tujuan, bahan metode, waktu dan sarana yang ada.4. Menempatkan atau memperlihatkan media pada waktu, tempat dan situasi yang tepat. Artinya, kapan dan dalam situasi mana pada waktu mengajar media digunakan. Tentu tidak setiap saat atau selama proses belajar mengajar terus menerus memperlihatkan atau menjelaskan sesuai dengan media pengajaran.b. Dasar Pertimbangan Pemilihan dan Penggunaan MediaAgar media pengajaran yang dipilih itu tepat disamping memenuhi prinsip – prinsip pemilihan, juga terdapat beberapa faktor dari kriteria yang perlu diperhatikan sebagaimana diuraikan berikut ini.1. Faktor-Faktor yang Perlu Diperhatikan Dalam Memilih Media Mengajaran.a. ObjektivitasUnsur subjektivitas guru dalam memilih media pengajaran harus dihindarkan. Artinya guru tidak boleh memilih suatu media pengajaran atas dasar kesenangan peribadi. Apabila secara objektif, berdasarkan hasil penelitian atau percobaan, suatu media pengajaran menunjukkan keefektifan dan efisiensi yang tinggi, maka guru jangan merasa bosan dalam mengunakanya. Untuk menghindari pengaruh unsur subjektivitas guru, alangkah baiknya apabila dalam memilih media pengajaran itu guru minta saran dari teman sejawat, dan atau melibatkan siswa.b. Program pengajaran.Program yang disampaikan kepada anak didik harus sesuai dengan kurikulum yang berlaku, baik isinya, strukturnya, maupun kedalamanya. Jika tidak sesuai dengan kurikulum ia tidak akan banyak membawa memfaat. Bahkan mungkin hanya membawa beban, baik bagi anak didik maupun bagi guru disamping akan membuang –buang waktu, tenaga dan biaya. Terkecuali untuk mengisi waktu luang saja daripada anak bermain tidak karuan.c. Sasaran programSasaran program yang dimaksud adalah anak didik yang akan menerima informasi pengajaran melalui media pengajaran. Pada tingkat usia tertentu dan dalam kondisi tertentu anak didik mempunyai kemampuan tertentu pula, baik cara berpikirnya. Daya imajinasinya, kebutuhanya, maupun daya tahan dalam belajar. Maka media yang digunakan harus sesuai dengan tingkat perkembangan anak didik, baik dari segi bahasa, sinmbol-simbol yang digunakan cara cepat penyajian maupun waktu dan pengunaanya.d. Sutuasi dan KondisiSituasi dan kondisi yang ada juga perlu jadi perhatian dalam menentukan pilihan media pengajaran yang akan digunakan1. Situasi dan kondisi sekolah atau tempat dan ruang yang akan digunakan, seperti ukuranya, perlengkapanya, vintilasinya.2. Situasi sarta kondisi anak didik yang akan megikuti pelajaran mengenai jumlahnya motivasi dan kegiatannya. Anak didik yang sudah melakukan praktik yang berat, seperti peraktik olah raga, biasanya kegiatan belajarnya menurun.e. Kualitas TeknikDari segi teknik, media pengajaran yang akan digunakan perlu diperhatikan, apakah sudah memenuhi syarat. Barang kali ada rekaman audionya atau gambar- gambar atau alat- alat bantunya yang kurang jelas atau kurang lengkap, sehingga perlu penyempurnaan sebelum digunakan. Dan juga gambar yang kurang dan suara yang kurang jelas bukan saja kurang menarik tetapi dapat menggagu proses mengajar.f. Keefektifan dan Efisiensi Pengunaankeefektipan berkenaan dengan hasil yang di capai,sedangkan efisiensi berkenaan dengan proses yang ingin di capai. Keefektipan dalam pengunaan media meliputi, apakah dengan mengunakan media tersebu imformasi pengajaran dapat di serap oleh anak didik dengan optimal, sehinga menimbulkan perubahan tingkah laku. sedangkan efisiensi meliputi apakah dengan mengunakan media tersebut waktu, tenaga, dan biaya yang di keluarkan untuk mencapai tujuan tersebut sedikit mungkin ada media yang di pandang sangat efktif untuk mencapai tujuan, namun proses pencapaianya tidak efisien, baik dalam pengadaanya maupun di pengunaanya. Demikian pula sebaliknya, ada media yang efisien dalam pengadaanya atau pengunaanya, namun tidak efektif dalam pencapaian hasilnya. Memang sangat sulit untuk mempertahankan keduanya (efektif dan efisien).2. Kriteria Pemilihan media Pengajarana. Apakah Topik yang akan di bahas dalam media tersebut dapat menarik minat anak didik untuk belajar ?b. Apakah materi yang terkandung dalam media tersebut penting dan berguna bagi anak didik ?c. Apakah media itu sebagai sumber pengajaran yang pokok, Apakah isinya relevan dengan kurikulum yang berlaku ?d. Apakah materi yang di sajikan otentik dan aktual, ataukah informasi yang sudah lama di ketahui masa dan peristiwa, yang telah lama terjadi,e. Apakah fakta dan konsepnya terjamin kecermatanya atau ada suatu hal yang masih di ragukan?f. Apakah format penyajianya berdasarkan tata urutan belajar yang logis ?g Apakah pandangan okbjektif dan tidak mengandung unsur propaganda atau hasutan terhadap anak didik ?h. Apakah narasi, gambar, efek, warna dan sebgainya memenuhui syarat standar kualitas teknis?i. Apakah bobot pengunaan bahasa, simbol – simbol, dan ilustrasinya sesuai dengan tingakat kematangan berpikir anak didik.?j. Apakah sudah di uji kebenarannya ( validilitas )Untuk jenis media rancangan ( yang dibuat sendiri ), pertanyaan yang dijadikan sebangai acauan di antaranya sebagai berikut :a. Apakah materi yang disampaikan itu untuk tujuan pengajaran atau hanya informasi tambahan atau hiburan.b. Apakah media yang rancangan itu untuk keperluan pembalajaran atau alat bantu pengajaran ( praga ) ?c. Apakah dalam pengajaran akan menggunakan strategi kognitif, efektif, atau pisikomotorik ?d. Apakah materi pelajaran yang akan disampaikan itu masih sangat asing bagi anak didik ?e. Apakah perlu ransangan gerak seperti untuk pengajaran bahasa ?f. Apakah perlu ransangan seperti pengajaran seni atau olah raga ?g. Apakah perlu ransangan warna ?Setelah tujuan pertanyaan tersebut terjawab, maka guru dapat mengajukan alternatif media yang akan dirancang. Alternatif tersebut mungkin jenis media audio, media visual, atau media audiovisual. Selanjutnya ajukan lagi pertanyaan sebagai acuan berikutnyaa. Apakah bahan dasarnya tersedia atau mudah diperoleh ?b. Apakah alat pembuatannya tersedia ?c. Apakah pembuatannya tidak terlalu rumit ?d. Apakah menghadapi kesulitan, apakah ada orang – orang yang dapat di mintai bantuannya. Setalah pertanyaan – pertanyaan tersebut terjawab, akhirnya guru dapat menentukan media mana yang dianggap cocok untuk diproduksi. Apabila ternyata tidak ada satu mediapun yang dapat diproduksi ( dirancang ), maka guru harus mencari sumber pengjaran lain, misalnya menggunakan narasumber ( rosoreperson ).Selain kriteria pemilihan media pengajaran sebagaimana disebutkan diatas, Nana Sujana dan Ahmat Rivai ( 1991 : 5 ) mengemukan rumusanya. Menurut mereka, dalam memilih media untuk kepentingan pengajaran sebaiknya memperhatikan kriteria – kriteria sebagai berikut :1. Ketepatan –ketepatannya dengan tujuan pengajaran; artinya, media pengajaran dipilih atas dasar tujuan – tujuan intruksional yang telah ditetapkan. Tujuan – tujuan intruksional yang berisikan unsur – unsur pemahaman, aplikasi, analisis, sintesis, lebih mungkin digunakannya media pengajaran.2. Dukungan terhadap isi bahan pelajaran; artinya, bahan pelajaran yang sifatnya fakta, prinsip, konsep dan generalisasi sangat memerlukan bantuan media agar lebih mudah dipahami siswa.3. Kemudahan memperoleh media ; artinya media yang diperlukan mudah diperoleh, setidak – tidaknya mudah dibuat oleh guru pada waktu mengajar. Media grafis umumnya mudah dibuat oleh guru tanpa biaya yang mahal, disamping sederhana dan praktis penggunaannya.4. Keterampilan guru dalam menggunakannya; apapun jenis media yang diperlukan syarat utama adalah guru dapat menggunakannya dalam proses pengajaran. Nilai dan manfaat yang diharapkan bukan pada medianya tetapi dampak dari penggunaannya oleh guru pada saat terjadinya intaraksi belajar siswa dengan lingkungannya adanya OHP, proyektor film, komputer, dan alat – alat cangih lainnya, tetapi dapat menggunakannya dalam pengajaran untuk meningkatkan kualitas pengajaran.5. Tersedia waktu untuk mempergunakannya sehingga media tersebut dapat bermanfaat bagi siswa selama pengajaran berlansung.6. Sesuai dengan taraf berpikir siswa; memilih media untuk pendidikan dan pengajaran harus sesuai dengan taraf berpikir siswa, sehingga makna yang terkandung didalamnya dapat dipahami oleh siswa. Menyajikan grafik yang berisi data dan angka atau proporsi dalam bentuk persen bagi siswa SD kelas – kelas rendah tidak ada manfaatnya mungkin lebih tepat dalam gambar atau poster demikian juga diagram yang menjelaskan alur hubungan suatu konsep atau prinsip hanya bisa bagi siswa yang memiliki kemampuan berpikir tinggi.F. PENGEMBANGAN DAN PEMANFAATAN MEDIA SUMBERMedia pengajaran adalah suatu alat bantu yang tidak bernyawa alat ini bersifat netral. Peranannya akan terlihat jika guru pandai memanfaatkannya dalam belajar – mengajar. Sebagai alat bantu dalam proses belajar mengajar, media mempunyai beberapa fungsi Nana Sudjana ( 1991 ) memrumuskan fungsi media pengajaran menjadi enam katagori :1. Penggunaan media dalm proses belajar mengajar bukan merupakan fungsi tambahan, tetapi mempunyai fungsi sendiri sebagai alat bantu untuk menwujudkan situasi belajr yang efektif.2. Penggunaan media pengajaran merupakan bagian yang integral dari kesuluruhan situasi mengajar.3. Media pengajaran dalam penggunaannya integral dengan tujuan dari isi pelajaran. fungsi ini mengandung pengertian bahwa penggunaan ( pemanfaatan ) media harus melihat kepada tujuan dan bahan pelajaran.4. Penggunaan media dalam pengajaran bukan semata – mata alat hiburan, dalam arti digunakan hanya sekedar melengkapi proses belajar supaya lebih menarik pehatian siswa.5. Penggunaan media dalam pengajaran, lebih diutamakan untuk mempercepat proses belajar mengajar dan membantu siswa dalam menangkap pengertian yang diberikan guru.6. Penggunaan media dalam pengajaran diutamakan untuk mempertinggi mutu belajar mengajar.Fungsi – fungsi media pelajaran itu diaplikasikan ke dalam proses belajar mengajar, maka terlihatlah pranannya sebagai berikut .a. Media yang digunakan guru sebagai penjelas dari keterangan terhadap suatu bahan yang guru sampaikan.b. Media dapat memunculkan permasalahan untuk dikaji lebih lanjut dan dipecah oleh para siswa dalam proses belajarnya. Paling tidak guru dapat memperoleh media sebagai sumber pertanyaan atau stimulasi belajar siswa.c. Media sebagai sumber belajar bagi siswa.Media sebagai bahan konkrit berisikan bahan yang harus dipelajari oleh para siswa, baik individual maupun kelompok.Bertolak dari fungsi dan peranan media diharapkan pemahaman guru tentang media menjadi jelas, sehingga tidak memanfaatkan media secara sembarangan. Prinsip – prinsip dan faktor – faktor sebagaimana disebutkan di atas, kiranya jangan diabaikan.Sebagai media yang meletakkan cara berpikir konkrit dalam kegiatan belajar mengajar, pengembagannya diserahkan kepada guru. Guru dapat mengembangkan media sesuai dengan kemampuannya. Dalam hal ini akan terkait kecermatan seorang guru memahami psikologis siswa, tujuan metode, dan kelengkapan alat bantu.Kegagalan seorang guru dalam mengembangkan media pengajaran akan terjadi jika penguasaan terhadap penguasaan terhadap karakteristik media itu sendiri sangat kurang. Oleh karena itu, pemanfaatan media hanya diharuskan dengan maksud untuk mencapai tujuan pengajaran. Dalam hal penggunaan media terdapat enam langkah yang bisa ditempuh oleh guru pada waktu ia mengajar dengan mempergunakan media. Langakah – langakah itu adalah sebagai berikut :1. Merumuskan tujuan pengajaran dengan memanfaatkan media.2. Persiapan guru. Pada fase ini guru memilih media dan menetapkan media yang akan dimanfaatkan guna mencapai tujuan. Dalam hal ini prinsip pemilihan dan dasar pertimbangannya patut dipertimbangkan.3. Persiapan kelas. Pada fase ini siswa atau kelas harus mempunyai persiapan, sebelum mereka menerima pelajaran dengan menggunakan media. Guru harus dapat memotivasi mereka agar dapat menilai, mengantisipasi, menghayati pelajaran dengan menggunakan media pengajaran.4. Langkah penyajian pelajaran dan pemanfaatan media. Pada fase ini penyajian bahan pelajaran dengan memanfaatkan media diperbentuk oleh guru untuk membantu tugasnya menjelaskan bahan pelajaran. media dikembangkan penggunaannya untuk keefektifan dan efisiensi pencapaian tujuan.5. Langkah – langakah belajar siswa. Pada fase ini siswa belajar dengan memanfaatkan media pengajaran. Pemanfaatan media disini bisa siswa sendiri mempraktekkannya ataupun guru langsung memanfaatkannya, baik dikelas maupun diluar kelas.6. Langakah evaluasi pengajaran. Pada langkah ini kegiatan belajar dievaluasi, sampai sejauh mana tujuan pengajaran tercapai, yang sekaligus dapat dinilai sejauh mana pengaruh media sebagai alat bantu dapat menunjang keberhasilan proses belajar siswa.Manfaat penggunaan media dalam kegiatan belajar mengajar, terutama untuk tingakat SD, sangat penting. Sebab pada masa ini siswa masih berpikir konkrit, belum mampu berpikir abstrak. Kehadiran media sangat membantu mereka dalam memahami konsep tertentu, yang tidak atau kurang mampu dijelaskan dengan bahasa. Karena media pengajaran dapat membantu guru dalam menjelaskan bahan pengajaran yang tidak dapat dijelaskan dengan bahasa ketidakmampuan itu dapat digantikan dengan media pengajaran sebagai alat bantu untuk menjelaskannya. Nana Sudjana ( 1991 ) mengemukan nilai – nilai praktis media pengajaran adalah sebagai berikut :a. Dengan media dapat meletakkan dasar – dasar yang nyata untuk berpikir. Kerena itu dapat mengurangi verbalisme.b. Dengan media dapat memperbesar minat dan perhatian siswa untuk belajar.c. Dengan media dapat meletakkan dasar untuk perkembangan belajar sehingga hasil belajar semakin mantap.d. Memberikan pengalaman yang nyata dan dapat menumbuhkan kegiatan unsaha sendiri pada setiap siswa.e. Menumbuhkan pemikiran yang teratur dan berkesinambungan.f. Membantu tunbuhnya pemikiran dan memantau berkembangnya kemampuan berbahasa.g. Memberikan pengalaman yang tak mudah diperoleh dengan cara lain serta membantu berkembangnya efisiensi dan pengalaman belajar yang lebih sempurna.h. Bahan pengajaran akan lebih jelas maknanya, sehingga dapat lebih dipahami oleh para siswa, dan memungkinkan siswa mengusai tujuan pengajaran yang lebih baik.i. Metode mengajar akan lebih bervariasi, tidak semata – mata komunikasi verbal memalalui penuturan kata – kata oleh guru, sehingga siswa tidak bosan dan guru tidak kehabisan tenaga, apalagi bila guru mengajar untuk setiap jam pelajaran.j. Siswa lebih banyak melakukan kegiatan belajar, sebab tidak hanya mendengarkan uraian dari guru, tetapi juga beraktivitas lain seperti mengamati, melakukan, mendemontrasikan, dan dll.Nilai – nilai praktik media pengajaran menurut Sudirman N. dkk. ( 1991 ) adalah sebagai beikut :Meletakkan dasar – dasar yang konkrit dari konsep abstrak sehingga dapat mengurangi kepahaman yang bersifat verbalisme. Misalnya, untuk menjelaskan sistem peredaran darah pada manusia, digunakan film.1. Menampilkan objek yang terlalu besar yang tidak memungkinkan untuk dibawa kedalam kelas; misalnya pasar, pabrik, binatang – binatang yang besar, alat – alat perang. Objek –objek tersebut cukup ditampilkan melalui foto, film, atau gambar.2. Memperlambat gerakan yang terlalu cepat dan mempercepat gerakan yang lambat. Gerakan yang terlalu cepat misalnya gerakan kapal terbang, mobil, mekanisme kerja suatu mesin, dan perubahan wujud suatu zat, metamorphosis.3. Karena informasi yang diperoleh siswa berasal dari satu sumber serta dalam situasi dan kondisi yang sama, maka dimungkinkan keseragaman pengamatan dan persepsi pada siswa.4. Membangkitkan motivasi belajar pada siswa.5. Dapat mengontrol dan mengatur waktu belajar siswa.6. Memungkinkan siswa berinteraksi secara langsung dengan lingkungannya ( sumber belajar ).7. Bahan pelajaran dapat diulang sesuai dengan kebutuhan dan atau disimpan untuk digunakan pada saat yang lain.8. Memungkinkan untuk menampilkan objek yang yang langka seperti peristiwa gerhana matahari total atau binatang yang hidup di kutub.9. Menampilkan objek yang sulit diamati oleh mata telanjang, misalnya mempelajari tentang bakteri dengan menggunakan mikroskop.