Rabu, 06 Mei 2009

Dibalik Dua Sisi Sistem Komunikasi Dunia Maya



Oleh: Damaskus Beny


Berkomunikasi merupakan bagian dari kehidupan manusia yang tidak bisa dihilangkan. Sekian lama bahkan berabad-abad kehadiran manusia di dunia ini, komunikasi merupakan sebagai sarana yang sangat efektif dalam menjalani pelayaran kehidupan di duania ini untuk berhubungan secara aktif maupun non aktif antara manusia yang satu dengan manusia yang lain, antara kelompok yang satu dengan kelompok yang lain, dan antara satu daerah dengan daerah yang lain. Secara garis besar ada dua cara manusia dalam berkomunikasi yaitu dengan menggunakan bahasa verbal dan dengan menggunakan bahasa non verbal atau lebih familiar dengan sebutan bahasa isyarat. Cara berkomnunikasi manusia kebanyakan dengan melakukan hubungan percakapan langsung antara yang satu dengan yang lainnya.
Di zamana sekarang cara berkomunikasi manusia sangat kompleks dan bervariatif. Seiring berkembangnya IPTEK yang merambah di setiap sendi kehidupan manusia, memunculkan banyaknya produk inovatif dalam cara berkomunikasi. Dari sekian produk inovatif cara berkomunikasi, cara berkomunikasi manusia dengan menggunakan perangkat lunak (sofware) merupakan cara yang sangat simple dan dapat dilakukan dalam waktu yang cepat juga bisa menembus dunia secara efektif.
Kehadiran perangkat-perangkat cara berkomunikasi ala modern seperti handphone, Via Email, YM, KL, Friendster, Facebook dan produk-produk cara beromunikasi lainya dewasa ini sudah menjadi semacam trend dan gengsi atau bahkan semacam life style bagi segelintir orang. Di satu sisi alat-alat tersebut memberikan banyak keuntungan bagi proses kehidupan manusia, karena untuk mempermudah cara berkomunikasi sehingga hidup terasa lebih simple dan mudah. Facebook misalnya merupakan alat berkomunikasi via dunia maya yang sekarang ini lagi ngetrend di kalangan anak muda bahkan di seluruh lapisan masyarakat dunia.
Melalui facebook seseorang bisa saling berkenalan, berteman, bermitra bisnis, bercerita, berbagai pengalaman, mengenal wajah/foto, curhat, dan lain sebagainya dengan orang-orang yang berdada jauh dari tempat tinggalnya. Itu semua merupakan sebagian dari kelebihan dan kenuntungan yang diperoleh manusia dalam menggunakan alat berkomunikasi via dunia maya facebook. Bahkan saking ngetrend dan lagi topnya ketika seseorang anak muda tidak memiliki facebook maka dia dianggap orang yang ketinggalan dan Gaptek.
Di sisi lain produk-produk cara berkomunikasi via dunia maya tersebut seolah-olah menyeret kita pada rasa ketergantungan terhadap tehknologi dan cara bersosial serta melemahkan manusia untuk berinteraksi lansung tatap muka secara baik dan aktif dengan manusia yang lainya. Betapa tidak dengan melakukan berkomomunikasi secara aktif via dunia maya maka seseorang tidak perlu lagi untuk bertemu langsung dengan manusia lainya cukup dengan mengklik beberapa kali maka sudah tersambung dengan seseorang. Padahal di dalam berinteraksi antara manusia yang satu dengan manusia yang lainya tidak cukup dengan hanya menggunakan berkomunikasi ala via dunia maya. Cara berinteraksi yang baik salah satunya dengan bertatap muka langsung antara yang satu dengan yang lainnya atau antara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
Kondisi seperti ini juga bisa membuat cara bermoral, bertingkah laku, bergaul seseorang akan mengalami kekakuan dan pada akhirnnya akan timbul rasa egois dan individualisme yang kebablasan. Kalau kita menyadari dan bisa memaknai hidup secara mendalam maka kita akan menyadari bahwa kita perlu berinteraksi dan berkomunikasi secara aktif dan langsung dalam hidup ini. Pertanyaanya adalah apakah kehadiran produk-produk cara berkomunikasi via dunia maya tersebut akan memberikan makna hidup peradaban manusia atau bahkan membuat manusia menjadi seperti robot yang dikendalikan oleh tehknologi ....??? penulis kira tergantung kepada kita bagaimana seharusnya kita bisa mengimbangi antra kedua-duanya agar tetap berjalan seiring dan menguntungkan bagi kehidupan peradaban manusia.

WACANA EVALUASI UN OLEH DPR RI


Oleh: Damaskus Beny


Baru-baru ini berhembus wacana dan polemik mengenai penerapan UN di negeri ini. DPR konon akan mengevaluasi kebijakan pemerintah mengenai penyelengaraan sistem pelaksanaan UN selama ini. Hal ini karena dipicu oleh banyaknya dampak negatif yang ditimbulkan oleh sistem UN yang diterapkan oleh pemerintah, termasuk kecurangan dan kebocran soal seperti pelaksanaan UN baru-baru ini. DPR akan menjajaki adanya kemungkinan Ujian Nasional SMP/SMA sederajat akan diubah seperti sistem yang diterapkan pada ujian Sekolah Dasar.
Seperti yang kita ketahui bersama dalam Ujian Nasional tingkat SMP/SMA sederajat tingkat kelulusan siswa sangat ditentukan oleh nilai mata pelajaran dalam UN. Sementara nilai mata pelajaran lainya yang digeluti selama tiga tahun menjadi terabaikan. Di sisi lain peran aktif guru atau pendidik yang selama tiga tahun mendidik dan menganyomi peserta didiknya tidak dilibatkan dalam menentukan kelulusan peserta didik mereka.
Angota komisi X DPR yang memperhatikan pelaksanaan dan penerapan UN menemukan sampai saat ini tidak mengalami perbaikan terhadap output pendidikan di indonesia (Kompas, 1 Mei 2009: 12). Fenomena seperti ini mengindikasikan bahwa penerapan kebijakan UN yang diterapkan oleh pemerintah terlalu memaksakan kehendak. Pemerintah terlalu konsen pada hasil akhir atau standar penilaian, tidak pada proses untuk memenuhi dahulu standar-standar lain sebelum penerapan standar penilaiaan sebagaimana yang disampaikan oleh Heri Akhmadi, wakil ketua komisi X DPR di jakarta, (kamis 30/4)
Selama ini semejak pemerintah menerapkan kebijaka penerapan sistem UN yang dimulai pada tahun 2004 memang banyak menuai pro dan kontra di dalam kalangan masyarakat, akan tetapi pemerintah tetap bersikeras dengan kebijakan penerapan UN tersebut. Adanya wacana DPR RI untuk mengevaluasi kembali penerapan UN di negeri ini setidaknya mendapat aplus dan sambutan hangat di kalangan masyarakat indonesia apalagi bagi orang tua yang putra-putrinya pada saat ini masih berada pada posisi SMP/SMA sederajat.
Bagi pendidik atau guru-guru, wacan pengevaluasian UN oleh DPR RI ini akan sedikit memberikan angin segar dan harapan bagi mereka untuk ikut secara aktif berperan dalam menentukan kelulusan peserta didik mereka. Betapa tidak semejak pemerintah menerapkan kebijakan sistem pelaksanaan UN, mereka tidak diikutsertakan dalam melakukan penilaian terhadap peserta didik dalam menentukan kelulusan. Padahal esensi dari pendidikan itu bukan sekedar di tinjau dari sisi kognitif siswa saja melainkan dari sisi Apektif dan Psikomotor juga menjadi bagian yang seharusnya diperhatiakan. Akan tetapi selama ini kebijakana pemerintah dalam penerapan sistem UN sudah membunuh dua sisi ensensi dari pendidikan yaitu sisi Apektif dan sisi Psiomotor. Mengapa dua sisi tersebut telah diabaikan karena sistem UN hanya berpatokan pada hasil Ujian saja (sisi kognitif) tanpa memperhatikan kedua sisi tersebut. Kalau keadaan seperti ini terus berlanjut, terus mau dikemanakan regenerasi penerus bangsa ini akan dibawa ..??? semoga wacana DPR RI untuk mengevaluasi UN bukan hanya sekedar wacana saja, melainkan bisa betul-betul diperhatikan demi kebaikan, kemajuan dan kecerdasan bangsa ini.